Selasa, 10 November 2009

UCAPAN ILAHI TERHADAP BANGSA BABILONIA

UCAPAN ILAHI TERHADAP BANGSA
BABILONIA
(Yesaya 13:1-22)


Pendahuluan
Pasal 13 merupakan salah satu bagian dari rentetan nubuatan yang sangat panjang, yang meliputi pasal 13-23, yang memuat ucapan ilahi. Namun kita akan melihat satu bagian saja, yaitu Yesaya 13 dengan “ucapan ilahi” yang ditujukan kepada Babel. Situasi dalam pasal ini membawa kita ke masa pembuangan abad ke-6 sM. Ada yang mengatakan ini terjadi setelah raja Nebukadnezar meninggal pada tahun 604-562 sM (Bentzen-587-550 sM; Leslie dan Others - 550 sM dan Weiser - 538 sM)[1], sedangkan Raja Cyrus dari Madai belum naik tahta (550 sM) dan kekuatan Babel menurun. Pandangan seperti ini kini sudah semakin umum diterima.
“Ucapan ilahi terhadap Babel yang dinyatakan kepada Yesaya bin Amos” Yes. 13:1[2].
Pasal ini menjadi menarik karena nama Babel disebutkan pada ayat 19. Dalam Alkitab Babel selalu digambarkan sebagai kuasa dunia yang sombong dan menantang atau memusuhi Tuhan (Kej. 11; Wah. 18:4-20)[3]. Ketika membaca pasal ini, kita akan melihat bahwa ayat-ayat di sini tidak memperlihatkan adanya hubungan yang khusus dengan nama Babel yang disebutkan di ay. 19. Ayat 2-16 menggambarkan murka Tuhan yang umum sekali, yang akan dinyatakan pada hari Tuhan. Mungkin bagian ini akan lebih cocok jika kita hubungkan dengan Yoel 2:1-11, 30-32; Zefanya 1:14-18, Zakaria 14:2, 6. Pada ayat 17-22 barulah berita hukuman itu dihubungkan dengan Babel yang akan dihancurkan oleh bangsa Madai (band. Yer. 50:1-51:58). Mustahil nabi tidak memahami situasi pada masanya, karena Madai barulah menjadi kuat 200 tahun kemudian. Maka dalam paper ini kita akan melihat mengapa nama Babel dan siapa yang disebut Babel?

Pembahasan
I. Kanon
Dalam kanon Ibrani kitab kitab ini disebut Yesaya masuk dalam kitab Nebiim Akharonim. Kitab Yesaya salah satu kitab nabi-nabi yang memberitahukan runtuhnya kota Yerusalem dan nubuat-nubuatnya terjadi. Oleh sebab itu, kitab ini memiliki wibawa yang besar bagi orang-orang Yahudi yang ada di pembuangan. Kemudian kitab-kitab ini baru dibukukan sesudah pembuangan. Dengan demikian kitab Yesaya di dalam kanon Ibrani jelas penempatannya, karena kitab ini juga dikenal dalam kitab Jezuz Sirach (190 sM) dan di dalamnya dituliskan mengenai Syiro-Efraim. Selain itu juga menuliskan mengenai “penghiburan Sion” (Sir. 48:24; Yes. 40:1; 61:1, 2)[4]. Dari penjelasan di atas memperlihatkan, bahwa kitab ini dimasukan dalam kanon karena memiliki kewiwaban ilahi.

II. Latar Belakang Sejarah
Yesaya mendapat penglihatan atas Yehuda dan Yerusalem pada masa pemerintahan raja Uzia (1:1). Tapi ia baru menerima panggilan Allah ketika raja Uzia meninggal (Ps. 6)[5]. Dengan demikian Yesaya mulai melayani pada masa pemerintahan Yotam, Ahaz dan Hizkia, yakni tahun 740-690/ 680 sM atau abad ke-8. Pada masa itu kerajaan Asyur sangat dominan[6]. Raja Pekah dari Israel Utara dan Rezin dari Aram mengajak Ahaz bergabung untuk melawan Asyur. Tapi Ahaz menolak, sehingga terjadi perang saudara (syiro-Efraim) (2 Raj. 15:37), yaitu Yehuda diserang oleh raja Pekah dan Rezin 16:5-9; 2Taw. 28:5-21). Raja Ahaz pun meminta bantuan Tiglat-Pileser III raja Asyur dan menaklukan keduanya[7]. Yehuda mengalami krisis yang sangat hebat karena rajanya tunduk kepada Asyur[8]. Ketika berkunjung ke Damsik, Ahaz kultus-kultus dari sana kemudian ia mendirikan mezbah dewa di Yerusalem dan mengajak rakyat menyembahnya (2 Raja. 16:10). Selain itu Ahaz juga mengambil alih kultus dari dunia Semitis Barat, yaitu dewa Molokh[9] yang kepadanya mereka mempersembahkan anak sulung, maka tidak heran jika Ahaz juga mempersembahkan anak sulungnya kepadanya (2 Raja. 16:3).
Yerusalem yang terkenal sebagai kota kedilan, “kota suci”, tetapi tercemar oleh kekafiran. Wahono mengatakan, bahwa di Yerusalem pernah terjadi dua pristiwa besar, yaitu “pemindahan tabut Allah ke dalam kota Yerusalem dan nubuat nabi Natan yang mengatakan, bahwa keturunan Daud akan memerintah seluruh Israel atas perkenaan Allah” (2 Sam.7)[10]. Kedua pristiwa besar itu selalu dipringati dan dirayakan dengan menaikan nyanyi-nyanyian khusus (Maz. 78 : 67-72). Kota Yerusalem dijuluki sebagai “kota Raja Besar” (Maz. 48 : 3) dan “kota Daud”. Karena di situlah Daud memberlakukan dan sangat menekankan keadilan ilahi yang harus dilakukan oleh seluruh umat Israel. Kedua pristiwa itu dipahami sebagai tindakan Allah yang memilih gunung Zion sebagai tempat Kudus-Nya (tinggal-Nya). Allah memilih dinasti Daud supaya keturunannya secara turun-temurun tetap memerintah atas Israel. Mungkin nubuatan nabi-nabi di Yehuda dipengaruhi oleh tradisi-tradisi ibadah yang ada di Yerusalem, yaitu tradisi mengenai perjanjian Tuhan tentang dinasti Daud (Yes. 2:2-4; Mika 4:1-4). Meskipun Amos juga menerapkan tradisi perjanjian itu (Amos 1:2; 9:11-12), tetapi tidak seberapa menonjol dibandingkan dengan Yesaya. Dalam pemberitaan Yesaya, gunung Zion sangat ditekankan sebagai tempat berkumpulnya bangsa-bangsa dan Israel (67 kali gunung disebutkan). Dalam pemberitaannya ada dua aspek yang ditekankan oleh Yesaya dalam tradisi perjanjian Tuhan mengenai dinasti Daud, yakni penyataan penghukuman atas dosa Yerusalem dan menyatakan kuasa dan kemenangan Tuhan atas bangsa-bangsa. Keyakinan akan kehadiran Yahweh di gunung Zion melahirkan suatu pengharapan yang besar yang memberikan jaminan keamanan bagi umat-Nya. Sebaliknya Allah juga akan memberikan penghukuman bagi umat-Nya atas pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan dan musuh-musuh yang ditaklukan (Yes. 8:9-22; 14:32; 17:12; 28:14-18). Artinya adalah bahwa kota Yerusalem dibangun berdasarkan dua janji besar ilahi kepada Daud dan tempat kehadiran Allah di dalam Bait-Nya. Tindakan Ahaz yang berseru (meminta bantuan) pada Asyur memperlihatkan ketidakyakinannya pada janji Allah mengenai jaminan akan keteguhan dan keselamatan kerajaan. Ketidakyakinan akan janji Allah yang menjadi jaminan berubah menjadi peringatan akan datangnya hukuman atas umat-Nya. Kedatangan Asyur bukan memberikan bantuan, melainkan sebagai “cambuk murka Allah`( “the rod of God’s anger”)[11] untuk menghukum umat-Nya yang bersalah (10:5-6).
Yehuda menjadi tawanan Asyur dan pada masa pemerintahan Hizkia, ia berusaha melepaskan kerajaan Yehuda dari kekuasaan Asyur. Kebetulan kerajaan Mesir mulai kuat dan bangsa-bangsa kecil merasa terdorong untuk membrontak terhadap Asyur. Maka tahun 713 sM kerajaan Asdod memberontak terhadap Asyur, kemudian disusul oleh kerajaan Edom dan Moab, tetapi Yehuda tidak. Sehingga tidak ada alasan bagi Asyur untuk menghukum Yehuda ketika pemberontakan itu berhasil diredakan karena rajanya tunduk pada raja Asyur (Sargon II). Ketika raja Sargon II meninggal dan Sanherib belum naik takhta, maka saat itulah waktu yang tepat bagi Hizkia untuk membrontak dan melepaskan kerajaan Yehuda dari Asyur[12]. Ketika Sanherib naik tahkta bangsa-bangsa yang memberontak, baik yang ada di kawasan Palestina maupun yang ada di wilayah-wilayah seberang sungai Yordan (Tirus, Biblos, Arvad, Asdod, Moab, Edom dan Amon) dibuat menderita oleh Sanherib, termasuk Yehuda (2Raja-raja 18:13-16). Menurut pasal ini juga Hizkia terpaksa mengerat emas dari Bait Allah untuk membayar upeti kepada Sanherib. Yerusalem dikepung dan dikatakan bahwa Hizkia dikurung seperti seekor burung dalam sangkar (2Raj.18:17-19:9). Dari latarbelakang sejarah singkat di atas memberitahukan bahwa Yesaya bernubuat diperkirakan dari tahun 740-690 sM (abad ke-8).
Yesaya 13 memuat bahan-bahan yang berasal dari masa yang berbeda-beda ada yang berasal dari masa sebelum pembuangan dan juga sebelum pembuangan. Para ahli mengatakan bahwa saat itu masih banyak lagi bahan-bahan yang masih belum terkumpul satah satunya adalah Yesaya 13 ini. (lihat. Rowley, 1963 : 91; Ch Barth, Vol-4, 1993 : 55). Artinya judul itu dicantumkan oleh seorang rekaktor atau pengikut tradisi Yesayanis pada jaman yang lebih kemudian, yaitu supaya tidak terjadi kekeliruan atau kesalahpahaman oleh pembaca yang kemudian. Bagaimana dengan nama Babel dan mengapa nubuat Babel juga tercatat pada 21? Jika kita perhatikan ayat-ayat pertama yang memuat “ucapan Ilahi”, maka jelas bahwa yang dimaksudkan bukanlah kota atau bangsa tertentu, melainkan nama Babel dipakai sebagai istilah untuk menyebut semua kerajaan yang melawan Allah Yang Mahatinggi. David F. Hinson mengatakan, bagaimana pun Babel tetap mempengaruhi penduduk di Yehuda karena kerajaan Babilonia kuno telah runtuh sekitar seratus tahun setelah berdirinya[13]. Erlandsson juga mengatakan, “the kings of Assyria also assumed the title ‘King of Babylon’ thus submitting themselves to the claims of the priests of Marduk”[14], salah satunya adalah raja Tiglath-Pileser III 729 sM (Band. J. Andrew D. 1992 : 78-79; Geoffrey W. Grogan 1986 : 98-99).

III. Konteks terbatas
Para ahli memberi tanggapan bahwa Yesaya 13 ini asli dari Yesaya sendiri, yang berasal dari abad ke-8. Baik Erlandsson, Clements, Ch Barth, Rowley, Otto Kaiser dll setuju bahwa ini berasal dari Yesaya sendiri. Meskipun beberapa ahli juga ada menolak bahwa Yesaya 13 ini asli dari Yesaya. Tapi saya kira tidak begitu penting untuk mengetahui siapa penulisnya, melainkan isi pemberitaannya. Paling sedikit ada 3 alasan yang menunjukan bahwa ini berasal dari Yesaya, yaitu:
· 13:1, 1:1 dan 2:1 memberitahukan bahwa bagian ini pada umumnya saling terpisah satu sama lain yang kemudian digabungkan oleh seseorang yang mengikuti tradisi Yesayanis dan menghubungkannya dengan kejatuhan Babel tahun 539 sM.
· Bahasanya yang khas, yaitu mengecam dan mencela ketidakadilan yang dilakukan oleh para pemimpin Yehuda. Oleh sebab itu harus dimurnikan melalui hukuman-Nya.
· Kata “massa” ditujukan kepada bangsa yang melawan Allah yang Mahakudus.

IV. Tafsiran Yesaya 13:1-22
(a). Yes. 13:1 “Ucapan ilahi terhadap Babel yang dinyatakan kepada Yesaya bin Amos”.
Kata “massa” digunakan nabi untuk menunjukan bahwa berita yang disampaikannya itu benar-benar berasal dari Tuhan. Kata “massa” ini memuat hukuman yang ditujukan kepada Babel. Mungkin pemberian judul ini dipengaruhi oleh Yer. 51:24, yang ditambahkan kemudian oleh redaktor[15]. Kata “massa” dalam 13:1 menjadi sangat penting, yang dipakai sebagi teknis di bidang nubuat kenabian. Arti dasarnya adalah “mengangkat”, kemudian dihubungkan dengan pengertian “mengangkat suara” (Otto Kaiser, 1974 :1). Dalam konteks kitab Keluaran 23:5 dan Bilangan 4 istilah “massa” diterjemahkan “burden” yang artinya “beban” yang dikaitkan dengan perkakas Kemah Suci. Mungkin karena perkakas itu berat maka disebut “beban”. Tidak sembarang orang bisa menyentuhnya, hanya bani Kehat dan bani Gerson dari suku Lewi yang ditugaskan untuk mengangkat perkakas tersebut. Siapa yang menyentuhnya langsung mati (Bil. 4:15, 16-20, 47, 49). Dalam konteks nubuatan, Yesaya adalah nabi pertama menggunakan istilah ini. Mungkin sekali bahwa firman Tuhan yang didengar oleh sang nabi merupakan suatu “beban” yang harus diangkat. Diangkat di sini dalam arti firman Tuhan itu “harus disampaikan”. Jika kita kaitkan dengan Kemah Suci, maka kata “massa” ini juga digunakan untuk mengatakan bahwa Allah hadir ditengah-tengah umat-Nya. Oleh sebab itu kata ini menjadi penekanan penulis bahwa berita yang disampaikannya sungguh-sungguh berasal dari Tuhan. Siapa yang menolak pemberitaan itu, berarti ia menolak kehadiran atau firman Tuhan dan ia sudah masuk dalam lingkaran hukuman-Nya (menjadi musuh-Nya). Ketika sudah menjadi musuh-Nya, ia wajib dan harus dihukum. Baik umat-Nya maupun bangsa-bangsa lain.
Dengan demikian kita melihat bahwa kata “massa” sangat erat kaitannya dengan hukuman Allah (band. Yer. 23:33-38). Selain Yesaya, nabi Nahum. 1:1; Habakuk. 1:1; Zakaria. 9:1; 12:1 dan Maleaki. 1:1) juga menggunakan kata “massa” yang menunjuk kepada hukuman Tuhan yang akan dilaksanakan pada “hari Tuhan”. Ternyata Yes. 13:1 ini memberikan keterangan yang lengkap kepada kita mengenai isi, sifat dan nama nabi. LAI menterjemahkan ”massa” : “Ucapan Ilahi”. Sifat dari nubuat yang disampaikan oleh nabi menjadi jelas. Dalam terjemahan kuno, seperti Vulgata dan Targum, kata “massa” diterjemahkan dengan “burden” : “beban”, sedangkan dalam terjemahan baru menggunakan kata “oracle” yang dihubungkan dengan “mengangkat suara” atau “orang yang menyampaikan pesan para dewa”. “Ucapan ilahi” ini ditujukan kepada Babel, meskipun nama Babel baru disebutkan pada ayat 19.[16] Untuk itu kita harus memahami sejarah kuno Babilonia itu sendiri supaya tidak salah paham dan di bagian latar belakang tadi sudah dijelaskan bahwa kerajaan Babilonia kuno telah runtuh sekitar seratus tahun setelah Asyur berkuasa atau berdiri. Sehingga pengaruh Babel itu kuat sekali khususnya di Yehuda dan setiap raja yang memerintah Babel dianggap sebagai manusia setengah dewa. Artinya raja itu berkuasa mutlak atas rakyatnya karena ia merupakan anak ilahi.

(b). Yes. 13:2-5 Yahweh yang mempersiapkan tentara bangsa-bangsa
Ayat 2 sepertinya berhubungan dengan Yer. 51:12, 27 lihat kata seunes yang juga dimuat oleh Yeremia. Tidak jelas siapa menaikan panji-panji di atas gunung yang gundul dan berseru dengan suara nyaring sambil melambaikan tangan (ay. 2). Seruan dengan suara nyaring dan lambaian tangan merukanan ajakan, bahwa mereka telah siap untuk berperang dan menyerbu pintu-pintu gerbang para bangsawan (band. Roland de Vaux, 1961 : 227). Jika kita hubungkan dengan Babel, maka tidak salah juga karena di sana banyak juga para bangsawan dan orang-orang yang kaya yang berkuasa dengan sewenang-wenang dan mereka mengabaikan orang-orang yang lemah, miskin dan tidak berdaya. Jika kita perhatikan kata limquddasy dari kata kados (ay. 3), LAI: “Kukuduskan”. Kata ini menunjukan bahwa mereka yang akan melaksanakan murka-Nya adalah bangsa yang benar-benar kuat. Arti Kukuduskan disitu adalah “dikhususkan” atau “disendirikan”. Tuhanlah yang mempersiapkan dan memakai mereka sebagai alat-Nya. “Orang-orang yang Kukuduskan di sini juga tidak berarti kudus secara moral sebagaimana yang dijelaskan pada ayat 16”[17]. Pernyataan ini tidak memperhatikan arti kata kudus pada umumnya, karena hanya Allah-lah yang kudus dan hanya orang-orang yang dikuduskan yang diizinkan (layak) bertemu dengan Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang perkasa, beria-ria dan bangga kerena mereka dipilih Tuhan. Dalam bagian ini kita melihat bahwa tidak hanya Israel yang akan menjadi umat pilihan Tuhan. Tetapi kesempatan ini juga diberikan kepada semua bangsa untuk mengenal Dia. Karena kata “Kukuduskan” memiliki akar kata yang sama, yakni “qadosy”. Ketika Allah memilih mereka maka saat itu mereka telah masuk dalam lingkaran kepunyaan-Nya dan ketika mereka melaksanakan hukuman tidak sesuai dengan rencana-Nya, maka mereka pun wajib menerima hukuman yang sama dengan Israel.
Pada ayat 4 kata beharim LAI: “Gunung-gunung” mendapat perhatian dari penulis (liht ay. 2). Mungkin gunung-gunung ini juga yang dimaksudkan Abraham sebagai ”gunung Tuhan” (kej.22:14; Yes.2:3; 30:29). Dalam tradisi ibadat di Yerusalem dinasti Daud di sebut sebagai tempat tinggal Yahweh. Jika tentara-tentara itu kita hubungkan dengan orang-orang Madai (13:17) maka gunung-gunung itu terletak di sekitar tanah Madai, yaitu di sebelah timur-laut Babel. Dari ayat ini semakin terlihat bahwa Tuhan adalah penguasa atau berdaulat atas alam semesta dan panglima perang tertinggi yang mempersiapkan dan memeriksa pasukan perang-Nya untuk memusnahkan seluruh bumi. Siapa pasukan perang-Nya? ayat 5 menunjukan, “mereka datang dari negeri jauh, ya dari ujung langit ”kolhaares” RSV: “the whole earth”. Terjemahan modern seperti NIV: “the whole country” atau “the whole land”. Bangsa yang datang dari ujung langit itu akan memusnahkan Babel (to destroy the whole of Babylonia)[18]. Widyapranawa menyebutkan, bahwa mereka yang akan datang dari ujung langit itu adalah Persia yang kemudian bergabung dengan kerajaan Madai (mereka disebut Madai-Persia). Saya kira ayat 5 sangat jelas menunjukan bahwa “mereka” yang dimaksud adalah menunjuk kepada Tuhan, dan Tuhan akan memakai bangsa yang kuat untuk melaksanakan murka-Nya. Sebagai buktinya adalah tahun 612 sM Asyur dimusnahkan oleh Babilonia-Persia dan kotanya habis dibakar dan rajanya pun ikut dibakar bersamaan kota Asyur[19], dan 73 tahun kemudian Madai-Persia menghancurkan Babel 539 sM. Ternyata kesombongan yang mereka miliki mendatangkan malapetaka yang besar, yang tidak bisa dihentikan oleh manusia.

(c). Yes. 13:6-13 Hari Tuhan adalah pemusnahan dan kebengisan.
Ayat 6 memulai bagian ini dengan “merataplah” karena hari Tuhan sudah dekat[20]. Dalam PL konsep tentang “yom yhwh” : “hari Tuhan” sudah dikenal pada abad ke-8 sM (Amos 5:18-20). Pada saat itu kuasa Tuhan Yang Mahakudus akan dinyatakan kepada orang fasik, termasuk orang Israel yang meninggalkan Allah dan beribadah kepada allah asing. Beberapa ahli PL merumuskan asal-usul mengenai hari Tuhan seperti G. Von Rad yang menghubungkannya “perang suci”; Mowinckel menghubungkannya dengan “pesta panen” (Hos.9:5); Weiss menghubungkannya dengan “teofani”[21]. Ternyata mengenai hari Tuhan masih timbul bermacam-macam pendapat. John Bright melihat bahwa hari Tuhan itu berasal dari pengalaman Israel dalam sejarah yang dialami secara pribadi. Tradisi ibadah di Yerusalem sangat berpengaruh dalam pemberitaan Yesaya. Dan tradisi ibadat di Yerusalem dipengaruhi dua peristiwa besar yang pernah terjadi di Yerusalem, yakni pemilihan Zion sebagai tempat kudus-Nya dan pemilihan dinasti Daud yang secara turun-temurun keturunan Daud akan tetap memerintah Israel. Dan jika kita melihat pemberitaan Yesaya hampir semua bertolak dari dua peristiwa itu, demikian juga penghukuman maupun pengharapan juga bertolak dari situ.
Hari Tuhan adalah hari pemusnahan, yaitu di mana mereka yang menjadi musuh Allah harus dimunsahkan. “Mertaplah” merupakan seruan secara umum. Nabi menggunakan kata “helilu” RSV: Wail LAI: “merataplah”. Kata ini memuat perintah yang sangat tegas, yang mana nabi ingin menekankan bahwa “hari Tuhan itu sebenarnya sudah terjadi, tetapi tidak dirasakan oleh mereka. Kenapa? karena telinga mereka telah berat untuk mendengarkan dan hati mereka telah tertutup terhadap kebenaran, keadilan dan kedamaian yang diharapkan. (band. Clements, 1980. hal 134). Istilah “hari Tuhan” mempunyai arti yang khusus, yaitu di mana Tuhan akan menyatakan murka-Nya dan penghukuman secara universal terhadap seluruh bumi. Hari itu adalah hari yang sangat dasyat dan menakutkan ketika anugerah (kasih karunia) sudah lewat. Dikatakan lagi bahwa ketika hari itu datang, maka manusia menjadi tidak berdaya. Seakan-akan manusia lumpuh secara fisik/ mental, manusia hanya terkejut saja: hati menjadi tawar, sakit mulas dan sakit beranak. Perhatikan kata “sirim” Clements mengatakan kata ini berasal dari bahasa Arab, yaitu “massarun” : sakit pada bagian perut[22]. atau “mereka lemah tidak berdaya dengan perasaan takut”, RSV: “their faces will be aflame” selain itu juga mereka dilanda kepanikan, waktu yang mencekam, putus asa muka mereka memerah. LAI: “seperti orang yang demam”. Mungkin merah di sini dihubungkan dengan “perasaan malu atau dipermalukan”, dalam arti mereka merasa sangat menyesal, karena menolak atau tidak mau mendengarkan firman-Nya. Kata lehabim dari kata lahab RSV : aflame dan blade : menyala, terbakar dan mata pedang. Mungkin karena rasa takut yang tidak pernah dialami oleh manusia selama hidupnya TBC: pucat[23].
Selanjutnya kata hinneh (ay.9) RSV: behold, LAI: lihat, lihatlah, sungguh, sesungguhnya. Ini menunjukan bahwa “hari Tuhan” yang datang bukanlah tindakan penyelamatan Allah yang membawa sukacia atau damai sejahtera, melainkan murka-Nya. Sungguh hari Tuhan datang denagan kebengisan, yaitu di mana seluruh bumi dan orang-orang berdosa akan dimusnahkan. Bintang-bintang, matahari dan bulan akan berhenti dan tidak akan bercahaya lagi, supaya bangsa-bangsa yang menyembah Bintang-bintang, Matahari dan Bulan melihat bahwa hanya Yahweh-lah yang berkuasa (ay.10) (2Raja 23:5, 11).[24] Selain itu Tuhan juga akan memusnahkan orang-orang fasik, orang-orang yang sombong, pemberani, congkak dan gagah karena mereka adalah musuh-Nya (ay.11) oleh sebab itu mereka harus dimusnahkan. Tidak seorang pun yang bisa melarikan diri dari murka-Nya. Pada ayat 12 kita menemukan suasana yang sangat berbeda sekali, di atas memberitahukan bahwa tidak seorang pun yang bisa lolos dari murka-Nya. Secara logika sangat mustahil. Tetapi pada ayat 12 memberitahukan bahwa ada mereka yang bisa lolos dari murka-Nya. Coba perhatikan kalimat:
Yesaya 13: 12 “Oqir enos mippaz weadam mikketem opir”

LAI : “Aku akan membuat orang lebih jarang dari pada emas tua, dan manusia lebih jarang dari pada emas Ofir.”
Usulan terjemahan : “Aku akan membuat orang lebih berharga dari emas tua, dan manusia dari emas Ofir.” Karena saya melihat bahwa kata ‘oqir bisa juga diterjemahkan dengan “make precious, rare”, dan Ensiklopedi-jeild II, hal 181 menterjemahkannya : “Aku akan membuat mahal” .
Ini menunjukan bahwa manusia itu sangat berharga di mata Allah, dan dalam bagian ini juga ingin memberitahukan kepada kita bahwa Allah adalah pemilik hidup manusia. Ketika kita mengatakan bahwa Allah pemilik hidup, berarti manusia tidak punya hak sama sekali untuk memeras, melakukan ketidakadilan kepada sesamanya terlebih meniadakan nyawa sesamanya. Nabi Yoel mengatakan bahwa mereka yang lolos itu atau selamat adalah mereka yang berseru kepada Allah (Yoel 2:23). Dalam hal ini Yesaya menyebut mereka dengan istilah “sear”, yaitu Yes. 10:20, 21, 22; 11:11 yang diterjemahkan RSV: remainder, remnant: LAI: “sisa Israel”. Sisa tidaklah sama dengan bekas. “Sisa Israel” lebih berharga dari emas tua dan emas Ofir[25]. Meskipun Allah murka terhadap umat-Nya, namun Ia tetap menyediakan (memberikan) pengharapan kepada mereka yang mau berseru, berbalik dan bertobat kepada-Nya. Di ayat 13 ditegaskan kembali mengenai murka Allah yang dikatakan di ayat 10 tadi. Dikatakan murka Tuhan meluap-luap, kata yang digunakan tr:b.[,B. (be`ebrat) dari kata ebrah RSV : wrath, LAI : “mennyeala-nyala”. Kata ini menjelaskan bahwa murka-Nya akan ditumpahkan pada “hari itu juga”, langit akan gemetar dan bumi bergoncang pada waktu Tuhan murka terhadap kerajaan yang memusuhi Dia. Kalau kita melihat dalam Perjanjian Baru kemarahan Allah dihubungkan dengan gempa bumi yakni mengenai “hari terakhir” (Mat. 24:29; 2 Pet. 3:10; Wah. 6:9-17).

(d). Yes. 13:14-16 Kemana manusia harus pergi (berlindung)?
Hari Tuhan sungguh mengerikan, manusia diibaratkan kijang yang dikejar-kejar, dan mereka seperti domba yang tidak digembalakan. Jelas dari ungkapan ini ingin memperlihatkan mereka itu adalah orang yang memusuhi Allah. Mereka hanya mengandalkan kekayaan, harta maupun kekuasaan yang mereka miliki, sehingga ketika semua semua yang mereka miliki itu dimusnahkan, maka mereka tidak punya kekuatan lagi untuk bertahan. Dalam situasi seperti ini manusia berusaha menyelamatkan dirinya dan mencari perlindungan (ay.14). Situasi ini sangatlah menyedihkan, karena semua mereka yang menjadi musuh-Nya akan dimusnahkan, dan setiap orang yang didapati akan ditikam dan mereka yang tertangkap akan mati oleh pedang (ay.15). Ini mengambarkan betapa sadisnya bangsa yang dipakai Tuhan untuk menjalankan murka-Nya itu. Namun tidak dijelaskan siapa musuh di sini dan kota apa yang akan diserang. Mungkin ada hubungannya dengan pasukan tentara yang dikumpulkan di atas gunung, yang diberi komando oleh Tuhan untuk menyerang pintu-pintu para bangsawan (lht. ay.2). Sepertinya pasukan itu terdiri dari orang kafir yang bertindak dengan kebiasaan atau cara kafir juga. Mereka tidak hanya membunuh orang dewasa atau hanya laki-laki saja, tetapi juga perempuan, baik tua atau muda semuanya akan dimusnahkan[26]. Sepertinya mereka yang dimusnahkan itu terdiri atas orang-orang asing, karena dikatakan mereka seperti domba yang kehilangan gembala. Jika kita hubungkan dengan Babel juga tidak salah karena di Babel juga terdiri atas orang-orang asing dari bangsa-bangsa yang telah ditaklukan terutama kaum bangsawan yang diangkut untuk menguasai bangsa-bangsa. Mereka terdiri atas orang pintar, kaya raya dan berkuasa. Namun dalam ayat. 2-16 kita tidak menemukan sebutan Babel sehingga tidak jelas siapa yang dimaksudkan dengan “mereka”. Mungkin yang dimaksudkan dengan “mereka” di sini adalah para pemimpin yang melakukan tindakan ketidakadilan, pemerasan terhadap hak-hak orang lemah, miskin dan tidak berdaya. Mereka hidup dalam kemewahan dari hasil pemerasan yang mereka lakukan, dan mereka menikmati hasil jarahan. Mungkin ini juga menunjuk kepada Asyur yang memeras raja-raja Yehuda, misalnya raja Hizkia mengerat emas di Bait Allah untuk diberikan kepada Asyur.

(e). Yes. 13:17-22 Kebangkitan Madai dan Kehancuran Babel
Mungkin bagian ini berasal dari masa yang lebih kemudian, karena ada kemiripan antara ayat 17 dengan Yer 51:1, Yeh. 23:22 dan Yoel 4:7. Coba kita perhatikan di bawah ini:
hinni meir alehem etmaday Isaiah 13:17
…hinni meir albabel Jeremiah 51:1
…hinni meir Ezekiel 23:22

Dari kalimat di atas memperlihatkan bahwa sebenarnya pemberian judul dengan nama Babel adalah ditambahkan kemudian oleh seorang pengikut Yesanis atau seorang redaktor. Redaktor mengkaitkan nubuatan Yesaya dengan kejatuhan Babel, yang juga mungkin tidak disadari oleh Yesaya ketika ia bernubuat. Yang jelas nabi, bahwa nubuat ini duberitakan nabi untuk menjawab masalah yang terjadi pada masanya. Mulai pada ayat 14 kejatuhan Babel dinubuatkan dan tergenapi pada abad ke-6 tahun 539 sM.[27] Pada abad ke-7 Madai menjadi bangsa yang kuat, Madai juga merupakan bangsa yang kejam dan mereka juga merupakan bangsa yang sudah terlatih dalam berperang. Kekejaman bangsa Madai terlihat pada ayat 15-18. Dikatakan pada ayat 17 bahwa mereka tidak menghiraukan perak dan emas, perasaan dendam yang mendalam membuat mereka tidak bisa disuap dengan perak dan emas yang berlimpah di sana (band. Zef. 1:8). Kekejaman mereka semakin terlihat, yaitu bukan hanya orang dewasa yang dibunuh, melainkan juga bayi-bayi dan anak yang masih di dalam kandungan pun akan dibunuh (Yes.13:18; Am. 1:3; Hos. 14:1; 2Raj. 8:2; 15:16). Babel adalah kota yang permai, kaya raya, di sana terdapat banyak perhiasan yang berlimpah. Tapi semua itu akan diruntuhkan, Babel akan ditunggangbalikan dan nasibnya akan sama seperti Sodom dan Gomora. Kehancurannya tidak disebabkan karena satu peristiwa saja, yakni saat kejatuhannya tahun 539 sM, melainkan disebabkan karena rentetan peristiwa berikutnya. Otto Kaiser juga mengatakan dalam komentarnya, “Interest in the fate of Babylon did not come to an end with the conquest of the city by Cyrus in the yer 539. because Babylon was responsible for the fate of Jerusalem and of the Jews, it became the symbol of the world power hostile to God, and its king became the world ruler who was equally hostile to God”.[28]
Setelah raja Nebukadnezar meninggal Babel mengalami kemerosotan dan itu merupakan saat yang tepat bagi Madai-Persia untuk meluncurkan serangannya. Otto Kaiser melaporkan lagi bahwa mereka takluk dan tanpa ada perlawanan kepada raja Cyrus yang saat itu memerintah Madai-Persia. Kota Babel turun-temurun tidak akan dihuni lagi untuk lamanya, orang Arab[29] tidak akan berkemah di sana dan gembala-gembala tidak akan membiarkan ternaknya berbaring di sana. Betapa menakutkan dan mengerikan, karena yang tidak ada manusia, yang ada hanya binatang gurun, seperti burung hantu, burung-burung unta, jin-jin[30], anjing-anjing hutan dan serigala akan tinggal di sana. Hari Tuhan sungguh amat menakutkan, kapan waktunya? Dikatakan “akan segera” dan tidak akan ditunda-tunda. Di satu pihak hari Tuhan sungguh menakutkan bagi mereka yang melawan Allah. Tapi di pihak lain ini menjadi penghiburan bagi semua orang beriman yang menantikan kemenangan Tuhan dan kemuliaan-Nya atas segala kuasa kejahatan pada hari Tuhan.

V. Kesimpulan Teologis
Kita dari pembahasan di atas kita telah melihat, bahwa dua pristiwa besar yang pernah terjadi di Yerusalem merupakan tindakan Allah yang memilih gunung Zion sebagi tempat-Nya bertahkta dan pemilihan atas dinasti Daud bahwa Allah yang akan secara turun-temurun memerintah Israel (2 Sam.7). Sehingga hal itu juga menjadi jaminan akan keteguhan dan keselamatan. Jelaslah itu merupakan janji Allah kepada umat-Nya dan ketika perjanjian-Nya itu diabaikan, maka keteguhan dan keselamatan yang akan diterima berubah menjadi hukuman. “Ucapan ilahi” pada ayat 1 merupakan penekanan sang nabi, yaitu bahwa pemberitaan yang disampaikannya sungguh-sungguh berasal dari Tuhan. Ketika kerajaan bangsa-bangsa atau seseorang menolak perkataan itu, maka sudah memberi celah terhadap hukuman-Nya. Ayat 2-5, mengambarkan bahwa Tuhan-lah yang mengerakan bangsa asing untuk melaksanakan hukuman-Nya yang dasyat. Ayat 6-13, mengambarkan hukuman Tuhan yang akan dilaksanakan atau dinyatakan pada hari Tuhan yang dasyat untuk memusnahkan seluruh dunia dan orang-orang yang memusuhi-Nya. Pada hari itu Tuhan akan menunjukan kuasa-Nya terhadap kerajaan-kerajaan dunia yang menjadi musuh-Nya. Ayat 14-16, memperlihatkan situasi yang sangat menyedihkan, yaitu di mana orang-orang yang memusuhi-Nya akan dimusnahkan nulai dari yang dewasa sampai yang masih di dalam kandungan pun akan binasakan. Ayat 17-22, menjadi penutup bagian ini. Di dalamnya diperlihatkan bahwa di dalam penghukuman-Nya tidak ada tawar-menawar lagi dan Tuhan tidak dapat disogok dengan kekayaan yang dimiliki oleh mereka yang menjadi musuh-Nya.
Yesaya 13 ini mengambarkan penghukuman Tuhan yang sangat universal, yang menyangkut alam semesta dan segala yang ada di dalam dunia ini sangat erat hubungannya dengan penghukuman lokal seperti yang dialami manusia dalam sejarah. Allah Israel bertakhta di atas segala bangsa-bangsa dan tidak ada yang bisa mengatasi kuasa dan keadilan-Nya. Tuhan sangat membenci kesombongan. Keterlibatan-Nya dalam sejarah dunia ini tidak dapat kita pisahkan dari sejarah kehidupan umat pilihan-Nya. Kerajaan Babel yang mengakhiri sejarah kerajaan Yehuda, yang juga merupakan wakil dari kuasa-kuasa dunia yang melawan kehendak Tuhan dan raja yang memerintah atas Babel merupakan wakil dari raja dunia yang memusuhi Tuhan. Sungguh pemilihan Tuhan tidak dapat dipisahkan dari hukuman-Nya. Artinya ketika suatu bangsa, atau suatu komunitas tertentu atau seseorang masuk dalam pemilihan-Nya dan iawajib menerima hukuman-Nya ketika tidak setia. Namun sangat sulit untuk memahami mengenai alat yang digunakan Tuhan untuk menghukum. Seperti bangsa Asyur dipakai Tuhan untuk menghukum Israel Utara dan Yehuda, Madai-Persia untuk Babel, dan mereka adalah alat yang dipakai Tuhan untuk menjalankan hukuman-Nya. Ketika mereka melakukan dengan setia dan taat kepada perintah-Nya atau bertindak sesuai dengan rencana-Nya. Maka Tuhan membukakan pintu bagi mereka untuk mengenal Dia. Hidup sebagai umat pilihan ternyata tidaklah cukup dengan hanya ke Bait Allah dan mempersembahkan korban kepada-Nya. Tetapi juga memperhatikan kaum miskin dan orang-orang yang terabaikan, yang tidak dianggap karena mereka tergolong masyarakat lemah dan tidak berdaya. Kenyataan badaniah dan liturgi tidaklah dapat mengantikan moralitas dan keadilan. Allah Mahakudus menginginkan umat-Nya untuk hidup kudus dan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya.

VI. Relevansi
a. Untuk umat saat itu
Dinasti-Nya yang penuh kebenaran, keadilan diputarbalikan menjadi kelaliman dan kebobrokan. Oleh sebab itu, hidup kudus dan setia terhadap perjanjian Tuhan sangatlah diinginkan, memihak pada keadilan, hidup damai, aman sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Yehuda di Yerusalem. Rakyat merindukan raja-raja tidak lagi memerintah dengan tangan besi, melainkan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, memperhatikan nasib orang yang miskin, lemah, yang tidak berdaya yang sering diabaikan. Sehingga dengan demikian tidak adanya kesenjangan sosial antara orang miskin dan kaya, orang lemah dan kuat. Tetapi justru sebaliknya, yakni hidup berdampingan sebagai umat pilihan Allah yang bersatu.

b. Untuk umat saat ini
Ketidakadilan, penindasan, pemerasan, kesombongan dan perbuatan yang melawan Allah tidak hanya terjadi pada masa Yesaya, tetapi juga terjadi saat ini. Entah itu di Gereja-gereja maupun di luar gereja itu sendiri. Oleh sebab itu, sebagai seorang pemimpin, baik di Gereja maupun diluar gereja hendaklah tetap setia dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai umat pilihan yang takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan atau hidup sebagai umat Allah tidaklah cukup hanya datang ke gereja duduk manis, mengumpulkan persembahan, melipat tangan, kemudian berdoa kepada Tuhan. Melainkan hidup sebagai umat Allah adalah juga memperhatikan dan mengulurkan tangan kepada mereka yang lemah, hidup dalam keadilan, kebenaran, memperhatikan mereka yang terabaikan maupun yang dipandang rendah dalam masyarakat.



KEPUSTAKAAN

Albright, Arkeology and The Relegion Of Israel, 1953.
Barth, C. Teologi Perjanjian Lama-jilid ke-4, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
Barton J., Isaiah 1-39 Old Testament Guides, 1995
Blommendaal J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996
Bright John, A History Of Israel-OT. Library, London, SCM Press LTD, 1960.
Browning, W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Clements R. E., The New Century Bible Commentary Isaiah 1-39, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, 1980.
Dearman J. Andrew, Religion And Cultural In Ancien Israel, USA: Hendrickson Publishers, 1992.
De Roland Vaux, Ancient Israel – Its Life and Institution,London: Darton, Longman & Todd, 1961.
Dillard Raymond B. and Tremper Longman III, An Introduction To The Old Testament, Zondervan, 1994.
Eichrodt Walther, Theology Of The Old Testament - vol 1, London: SCM Press, 1961.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid-I, 2004.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid-II, 2004.
Erlandsson Seth, The Burden Of Babylon – A tudy Of Isaiah 13:2-14:23, Berlingska Boktryckeriet: Coniectanea Biblica- OT-Series 4, 1970.
Fohrer, Introduction To The Old Testament, Abigdon Press, 1968.
Gottwald Norman K, The Hebrew Bible-A Socio-Liteary Introduction, Fortress Press Philadelphia, 1985
Grogan, Geoffrey W., The Expositor’s Bible Commentary, Zondervan Vol. 6, 1986.
Hinson David F., Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Kaiser Otto, Der Prophet Jesaja Kapitel 13-39, Gottingen, 1973.
Kaiser Otto, Isaiah 13-39, A Commentary, London: SCM Press LTD, 1974.
Keil/ Delitzsch, Commentary On The Old Testament-Vol 7/8, Grand Rapids, 1989.
Kinder, Tafsiran Alkitab Masa Kini 2-cetakan ke-3, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF, 1985.
Noth Martin, The History Of Israel, London, 1960.
Oswalt, John N., The New International Commentary On The Old Testament – The Book Of Iasaiah 1-39, Wm. B. Eerdmands Publishin Company, g 1991.
Rose Glenn, Archeology And Biblical Interpretation, John Knox Press, 1987.
Rowley H.H, The Growth Of The Old Testament, New York: Harper and Row Publisher,1963.
The Interpretr’s Dictionary Of The Bible, New York: Abingdon Press, 1962
Wahono Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Walton John H., Victor H. Matthews and Mark W. Chavalas, Bible Background Commentary Old Testament, Inter Varity Press, 1978.
Weiden, Wim Van der, MSF. Mgr. I. Suharyo, Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama – LBI, Yogyakarta: Kanisius, 2000.
Westermann Claus, Handbook To The Old Testament, Augsburg: Publishing House, 1976.
Widyapranawa, S.H., Tafsiran Yesaya 13-27, Jakarta: BPK Gunung Mulia,1979/ 1987.
[1] Seth Erlandsson, The Burden Of Babylon – A tudy Of Isaiah 13:2-14:23, Berlingska Boktryckeriet: Coniectanea Biblica- OT-Series 4, 1970, hal 45 (band. John J. Collins Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, hal 524, mengatakan bahwa Yes. 13 ini untuk Babel yang ditaklukan Madai-Persia tahun 540 sM.
[2] Para ahli sepakat menjadikan 13:1 ini sebagai judul besar, yaitu pasal 13-23, yang memuat 10 bagian mengenai massa: “ucapan ilahi”, dan kata ini menjadi sangat penting di sini. Pasal 13:1 juga mempunyai kesamaan dengan pasal 1:1 dan 2:1, sehingga dari keterangan ini memberikan keterangan yang lengkap mengenai isi, sifat dan nama nabi.
[3] Dr. S.H, Widyapranawa, Tafsiran Alkitab Yesaya 13-27, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, hal 2.
[4] John N. Oswalt, The New International Commentary On The Old Testament – The Book Of Iasaiah 1-39, Wm. B. Eerdmands Publishin Company, g 1991, hal 29.
[5] Sellin-Fohrer, Introduction To The Old Testament, Abigdon Press, 1968, hal 364 (band. Blommendaal 1996: 108-109).
[6] Raymond B. Dillard and Tremper Longman III, An Introduction To The Old Testament, Zondervan, 1994, hal 269).
[7] Raja Ahaz membayar Asyur dengan emas dan perak yang ada di Bait Suci dan raja Ahaz dipaksa untuk membawa praktek-praktek agama Asyur ke dalam Bait Suci di Yerusalem oleh Tiglath-Pileser III, raja Asyur (liht. Wahono, 2004 : 150). Martin Noth, 1960 : 258 mengatakan bahwa nama Tiglath-Pileser adalah diambil alih dari raja Babilonia, yaitu nama dari Pul (band. Erlandsson 1970, hal 163; liht. 2 Raj. 15:19).
[8] Perekonomian, politik, juga dikuasai oleh mereka. Sangat perlu untuk kita catat, bahwa politik luar negeri Yehuda selalu berhubungan erat dengan kebijaksanaan keagamaannya. Dengan kata lain, pemberlakuan kuasa politik Asyur juga pemberlakuan penyembahan dewa-dewa mereka (band. Wahono, 2004 : 150; John Bright, 1960 : 256-257). Norman K. Gottwald dalam bukunya, The Hebrew Bible-A Socio-Liteary Introduction, 1985, hal 377, mengatakan mengatakan bahwa para pemimpin Yehuda hidup hidup dalam ketidakadilan, mereka memeras, menindas rakyatnya, oleh sebab itu berlumuran darah (band. Claus Westermann, 1976 : 136). Selain itu, para pemimpin juga hidup bersinktisme dengan dewa-dewa.
[9] Molokh adalah dewa sembahan bani Amon (1 Raj. 11:7; 2 Raj. 23:10; Yer. 32:35; Im. 18:21; 20:2-5), dewa ini dipercayai sebagai penolong saat mengalami krisis, Mesa raja Moab juga pernah mempersembahkan anaknya kepada Molokh. (liht. Weiden, 2000 : 51; Vriezen, 2006: 236-237).
[10] Wismody Wahono, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hal 165
[11] John H. Walton, Victor H. Matthews and Mark W. Chavalas, Bible Background Commentary Old Testament, Inter Varity Press, 1978, hal 602 (liht. Wahono, 2004 : 167, dia mengatakan bahwa Asyur “cambuk murka-Nya).
[12] Untuk melepaskan Yehuda dari tangan kekuasaan Asyur, raja Hizkia mulai melakukan reformasi, yaitu pembayaran upeti kepada Asyur dihentikan, melakukan pembaharuan keagamaan serta pemberlakuan keadilan sosial yang lebih nyata dan merata.
[13] David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004, hal 185
[14]Seth Erlandsson,…, 1970, hal 163.
[15] Band. Keil/ Delitzsch, Commentary On The OT Vol 7/8, 1989 :295. Ia mengatakan mungkin Yesaya sendiri yang mengabungkannya saat ia menyusun tulisan dan nubuatannya. Namun para teolog modern menolak kalau Yesaya yang menulisnya karena nama Babel. Dan nama Madai pada 13:17, padahal kerajaan ini akan menjadi kuat 200 tahun kemudian, yang kemudian mengalahkan Babel tahun 539 dengan dua kekuatan, yaitu Madai-Persia.
[16] Lihat New Bible Commentary, 1994 : 642, dan jika kita melihat dalam Alkitab, bahwa Babel sering dilambangkan sebagai kerajaan yang melawan Allah, artinya penyebutan Babel di sini hanya sebagai simbol dari kerajaan yang melawan Allah (band. Kej. 11:1-11). Babel adalah simbol kekuasaan duniawi yang melawan Allah dan rajanya sebagai simbol raja dunia yang memusuhi Allah yang harus dimusnahkan (band. Otto Kaiser, 1974 :2).
[17] Jika orang berdosa belum bertobat tidak dapat dikuduskan, dan “kudus” pada ayat 3 sangat sulit untuk dimengerti bahwa orang-orang ini tidak sama dengan orang-orang pada ayat 16. (lih. Kinder, 1985, hal 386). Kita ,melihat di sini adanya hubungan yang erat antara pemilihan dan hukuman. Ketika Israel dipilih Allah sebagai umat-Nya, dengan demikian mereka juga pasti menerima hukuman ketika tidak melakukan kehendak-Nya, karena mereka adalah milik-Nya. Demikianlah juga hal yang sama berlaku untuk bangsa-bangsa non-Israel.
[18] Babel adalah istilah yang digunakan sebagai bangsa yang melawan Tuhan (liht. Ottoi Kaiser, hal 2; John H. Hayes and Stuart A. Irvine, His Time & His Preaching Isaiah-The Eighth-Century Prophet, Abingdon Press Nashville, 1987, hal 224-225.
[19] Michael Keene, Alkitab Sejarah, Proses Terbentuk, dan Pengaruhnya, Yogyakarta: Kanisius 2005 : 21. Mungkin Bangsa Madai dan Persia sering dihalau oleh kerajaan Asyur saat Asyur berkuasa, sehingga tahun 612 baru mereka membalaskan dendam yang sudah terpendam lama, dan Ibu kota Asyur Niniwe menghancurkan oleh Madai-Persia.
[20] Kata helilu dalam hipil imperative (perintah yang sangat penting) dan jika kita bandingkan dengan BGT kata yang digunakan ovlolu,zete dalam bentuk present.
[21] Otto Kaiser, Isaiah 13-39- A Commentary, London: SCM Press LTD, 1974, hal, 15-16
[22] R. E. Clements, The New Century Bible Commentary Isaiah 1-39, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, 1980.
[23] Pada bagian ini para ahli sepertinya sedikit mengalami kesulitan untuk menafsirkan dan menterjemahkan kata lehabim. Kata kerja yang dipakai dalam MT adalah lahab yang berarti menyala dan kemudian dihubungkan dengan warna api. Mungkin untuk lebih masuk akal atau logis diterjemahkan dengan “pucat” dengan mengikuti terjemahan Torac Bible Commentary (TBC).
[24] Ahli arkeologi mengatakan bahwa cerita-cerita seperti ini banyak ditemukan di Timur Tengah Kuno, seperti Enuma Elish, Enuma Anu Enlil, yaitu di mana berkumpulnya allah Marduk dewa yang disembah orang Mesir, Asyur, Semit Barat, maupun agama suku-suku Arabia. Mungkin saja certa ini diambil alih oleh nabi Yesaya saat ia menyempaikan nubuatnya kepada bangsa-bangsa non-Israel, yaitu supaya mereka tahu dan mengerti bahwa kuasa Tuhan lebih dari itu.
[25] Ofir adalah nama sebuah tempat yang terkenal sebagai penghasil emas murni terletak di barat daya Arabia di pantai Afrika Timur laut. Emas Ofir juga sering disebut dalam kitab ( 2 Taw. 8:18; Ayub 22:24; 28:16; Maz. 45:9 dan Yes.13:12; 1 Raj. 9:28Maz. 45:10, Ay.28:16. Emas itu diimpor ke Yehuda pada masa Salomo. Selain penghasil emas murni, Ofir juga terkenal sebagai penghasil kayu cendana (1 Raja 10:11), perak, gading (1 Raja 10:22) dan batu-batu permata yang mahal ( 2 Taw. 9:10).
[26] Lihat Geoffrey W. Grogan,..., 1986, hal 102
[27] Otto Kaiser, Der Prophet Jesaja Kapital 13-39; Gottingen 1973, hal 386.
[28] Otto Kaiser, Isaiah 13-39- A Commentary, 1974, hal 2 (band. Walther Eichrodt, vol 1, 1961, hal 378)
[29] Orang Arab adalah suku nomaden yang sudah terbiasa hidup mengembara di padang gurun dan mereka juga terkenal sebagai gembala domba. Suku-suku Arabia kuno percaya juga adanya jin-jin sebagai penghuni padang gurun.
[30] Kata jin-jin pada ayat 21: useirim dari kata syir RSV: there satyrs. Kata ini berarti “kambing jantan” atau “yang berbulu”. Biasanya ini juga diartikan sebagai “jin” yang mengembara di padang gurun dengan wujud yang berbulu menyerupai kambing jantan. Ia suka tinggal di tempat sunyi dan mencari mangsa di antara manusia. Kepercayaan seperti ini adalah diambil alih dari agama Kanaani (band. Otto Kaiser, 1974 : 20), termasuk agama-agama suku Arabia yang sedikit banyak mempengaruhi kehidupan umat Israel. Raja Yerobeam I membangun tempat ibadah kafir dengan simbol kambing jantan dan lembu. Kultus seperti ini dilayani oleh imam-imam khusus (II Taw.11:15) dan Kultus ini kemudian menjadi populer di Israel dan Yehuda (2Raja 23:8). Sehingga kultus ini dilarang Tuhan (Im.17:7)

PERSEPULUHAN

KONSEP PERPULUHAN MENURUT
KITAB IMAMAT 27:30-32
Oleh : Sugiman


Ayat :
30 Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.
31 Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari persembahan persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima.
32 Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN.

PENDAHULUAN
Perbuluhan merupakan hal yang masih diperdebatkan oleh banyak Gereja khususnya Gereja-gereja yang ada di Indonesia. Pokok persoalan yang menjadi perdebatan adalah berkisar pada apakah perpuluhan itu merupakan keharusan, terserah atau sukarela dari masing-masing individu. Karena ada Gereja-gereja yang mengharuskan kepada setiap jemaatnya untuk memberikan perpuluhan, tetapi ada juga yang tidak atau memberikan kebebasan kepada jemaatnya.
Berbagai pandangan Gereja dalam memberikan pemahaman mengenai perpuluhan ini, yaitu ada gereja yang mengalokasikan atau mengkhususkan bahwa perpuluhan itu untuk Pendeta yang melayani di Gereja tersebut, tetapi juga ada yang dialihkan kepada Gereja itu sendiri, yaitu terserah Gereja tersebut mau di kemanakan perpuluhan tersebut.
Berbicara mengenai perpuluhan dalam Perjanjian Lama adalah merupakan sesuatu yang sangat penting, karena teks Perjanjian Lamalah yang memulai tradisi perpuluhan ini di antara Israel yang kemudian diteruskan di dalam Gereja di dunia ciptaan-Nya. Di dalam jemaat pemahaman tentang perpuluhan juga berbeda-beda, yaitu ada yang memahaminya sangat penting supaya selalu diberkati secara berlimpah-limpah. Oleh sebab itu perpuluhan itu harus diperhatikan, tetapi ada juga yang beranggapan bahwa perpuluhan itu merupakan kewajiban yang harus diberikan kepada Allah sebagai ucapan syukur karena telah diselamatkan oleh Allah.
Berbicara mengenai perpuluhan, sangat perlu juga kita ketahui bahwa hal ini tidak hanya terdapat di kalangan umat Israel saja, melainkan juga terdapat di sekitar bangsa Israel itu sendiri, yang juga memiliki kesamaan tertentu. Namun kita juga tidak begitu saja menganggap itu sama dengan perpuluhan yang dilakukan bangsa non-Israel. Karena konsep perpuluhan yang dilakukan oleh bangsa sekitar mengandung pahala, yaitu memberikan perpuluhan supaya juga menerima imbalan yang lebih dari apa yang telah diberikan. Dalam Perjanjian Lama perpuluhan tidaklah dipahami seperti yang dipahami oleh bangsa sekitar. Perpuluhan diberikan kepada Allah karena Allah yang terlebih dahulu memberikan berkat-Nya atau memberikan yang terbaik kepada umat-Nya. Namun jikalau kita melihat pemahaman orang Kristen sekarang ini, sepertinya tidak ada bedanya dengan bangsa-bangsa yang non-Israel yang tidak mengenal Allah. Apalagi jika pemberian itu dilakukan karena takut mendapat hukuman yang kekal dari Tuhan. Di pihak lain juga takut tidak diberkati dalam setiap usaha ataupun pekerjaan yang dilakukan setiap harinya. Supaya diberkati Tuhan dalam setiap pekerjaan, maka harus memberikan perpuluhan kepada Tugan melalui Gereja. Jika kita memahami perpuluhan demikian, maka kita tidak ada bedanya dengan orang-orang yang tidak mengenal Yahweh, yaitu seperti bangsa-bangsa sekitar Israel. Dengan demikian melalui paper ini kita akan melihat makna perpuluhan menurut kitab Imamat 27:30-31.

LATAR BELAKANG SEJARAH
Kitab Imamat berasal dari sumber P karena berasal dari para imam (sumber Priester). Wahono mengatakan bahwa sumber P sama seperti sumber Yahwist dan Elohist yaitu menuturkan sejarah keselamatan Israel[1]. Kitab Imamat merupakan kitab ketiga dari kelima kitab Musa, dalam tradisi synagogue sesuai kebiasaan Timur Tengah dipakai kata pertama “wayyiqra’ (= ‘dan dia memanggil’). Penggunaan nama ini mengikuti kebiasaan-kebiasaan kuno di Timur Tengah yang sudah sangat lazim pada masa itu. Dalam Septuaginta terjemahan lama dari Perjanjian Lama ke dalam Bahasa Yunani kitab ini diberi nama “Leuitikon” dan oleh sebab itu, dalam bahasa Latin Vulgata disebut “Liber Liviticus”, ‘the Leviticus (Book)’ dan dalam bahasa Inggris juga disebut dengan “Liviticus” [2]. Dalam bahasa Misynah, kitab ini disebut dengan berbagai nama, yaitu hukum imam-imam (torat kohanim), buku imam-imam (sefer kohamim), hukum persembahan (torat haqqorbanim), nama-nama ini menunjuk kepada isi kitab itu[3]. Dalam bahasa Indonesia sepertinya lebih tepat, yang disebut Imamat, seabab bagian terbesar dalam kitab ini adalah mengenai para imam umat Israel, tugas dan kewajiban-kewajibannya[4]. Kitab ini ditulis kira-kira abad ke-5 (500-400 sM) [5]. Artinya kitab berasal pada masa pembuangan di Babel dan juga sesudahnya. Imamat pasal 27 menceritakan mengenai penebusan manusia, binatang dan tanah atau lading. Sehingga para ahli berpendapat bahwa bagian ini ditambahkan kemudian, karena di dalamnya diceritakan mengenai tahun Yobel seperti yang diceritakan dalam pasal 25:4, 5, 8-13[6].

PEMBAHASAN
a. Hakekat Perpuluhan
Apakah itu perpuluhan? Menurut Browning, perpuluhan adalah suatu persembahan dari pendapatan tahunan, yang dipisahkan untuk maksud-maksud keagamaan dan dikukuhkan oleh janji. Selain itu perpuluhan juga dikumpulkan untuk mempertahankan kehidupan imamat (Neh. 10:37-38). Persepuluhan tidak selalu dibayarkan dengan sukarela dan lunas (Mal. 3:8), sebelum pembuangan, raja-raja mengumpulkan perpuluhan dalam bentuk buah-buahan, atau ternak dan sebagian dari padanya ditimbun di Bait Allah (2 Taw. 5-6), selain itu juga, perpuluhan itu juga dipakai sebagai pajak untuk biaya pemeliharaan Bait Allah[7]. Dari situ kita melihat, bahwa perpuluhan itu berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kasih dan kebenaran. Peraturan maupun ketetapan mengenai perpuluhan pada dasarnya memiliki sifat yang sama dengan peraturan, hukum dan ketetapan yang kita temukan dalam Perjanjian Lama, yaitu kebaikan, kasih, kebenaran dan keadilan Allah. Perwujudan perpuluhan adalad dilandasi oleh karena kasih dan kehendak Allah atas kehidupan umat-Nya. Menurut Barnabas Ludji, melakukan perpuluhan merupakan salah satu ekspresi iman yang bermaksud menyatakan pengakuan dan penyerahan diri yang utuh terhadap kebaikan dan kepemilikan Allah atas umat-Nya. Artinya pengakuan dan penyerahan diri itu mencakup sikap pasrah dan suka rela untuk memulihkan hubungan dengan sesama. Sehingga dengan demikian ketika seseorang mempersembahkan perpuluhan kepada Allah, maka melalui persembahan itu juga pengakuan dan penyerahan diri itu terwujud, dan ketika persembahan itu dimanfaatkan untuk kepentingan sesama atau lembaga. Semua itu tersimpul dalam kata-kata “pengampunan, kebaikan, kasih keadilan dan kebenaran kepada Allah”. Karena itu perpuluhan ini tidak ada bedanya dengan berbagai peraturan yang terdapat dalam kitab Taurat atau hukum yang lainnya.
Jika kita mengatakan bahwa perpuluhan ini sama dengan peraturan-peraturan yang lainnya yang terdapat dalam Taurat, maka kita harus memperlakukan seluruh teks Firman Tuhan dengan benar, konsekwen dan adil.

b. Asal-Usul Ketetapan mengenai Perpuluhan
[8].
Kita telah melihat dan mengetahui bahwa praktik perpuluhan ini tidak hanya kita temukan di kalangan bangsa Israel saja, melainkan juga kita temukan pada bangsa-bangsa yang ada di sekitar Israel itu sendiri. Namun yang penjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah praktik perpuluhan yang berlaku juga dalam umat Israel itu diambil alih atau berasal dari bangsa-bangsa sekitar (non-Israel)? Tidak dapat dipastikan apakah perpuluhan itu dari bangsa-bangsa non-Israel atau bukan, karena tidak ada keterangan yang lengkap mengenai asal-usul dari perpuluhan ini. Kemungkinan prektik perpuluhan ini sudah sejak semula menyebar di daerah Timur Tengah Kuno pada umumnya. Dengan demikian bisa saja atau tidak menutup kemungkinan bahwa bangsa Israel mengambil alih praktik perpuluhan ini dari bangsa sekitar untuk menyatakan dinamika imannya kepada Yahweh. Namun yang pasti praktik perpuluhan yang dilakukan oleh bangsa non-Israel dengan bangsa Israel sangat berbeda secara hakiki, yang mungkin diberi makna yang baru oleh umat Israel. Karena kita tahu bahwa sebagian praktik keagamaan yang dilakukan umat Israel kepada Allah adalah diambil alih dari bangsa sekitar.
Ada kesan bahwa praktik perpuluhan ini dimulai dari keterangan yang terdapat dalam Kerjadian 28:22 dan Amos 4:4. Dari kejadian 14:20 dan 1 Sam. 8:15, 17, dari keterangan tersebut kita mendapatkan kesan bahwa praktik perpuluhan tidak hanya terjadi dalam kehidupan beragama. Tetapi juga dalam bidang kehidupan sosial-politik dan perekonomian. Dengan demikian sangat mungkin bahwa pada mulanya praktik perpuluhan ini dimulai dalam bidang kehidupan sosial-politik dan ekonomi. Karena dalam konsep kerajaan yang dipahami oleh bangsa-bangsa sekitar, bahwa seorang raja adalah berkuasa mutlak dan ia wajib mengambil hasil terbaik dari rakyatnya atau apapun yang berada di bawah kendalinya. Konsepsi mengenai raja yang berkuasa secara mutlak karena ketika seseorang menjadi raja maka ia dianggap sebagai manusia setengah dewa (titisan ilahi), bahkan disebut sebagai anak ilahi[9]. Itulah sebabnya Allah menginginkan agar umat-Nya menyadari hal itu yang sehubungan dengan bangsa Israel untuk memiliki seorang raja seperti bangsa-bangsa lain.
Umat Israel adalah umat yang hidup mengembara di padang gurun, artinya saya ingin mengatakan bahwa suku-suku gurunlah yang dekat dengan bangsa Israel, yaitu sama-sama mengembara seperti suku-suku Arabia, Semitis dan Kanaan ataupun bangsa-bangsa yang lainnya. Meskipun asal-usul dari perpuluhan ini sulit untuk ditentukan, tidak berarti membuat perpuluhan itu tidak penting, yang lebih penting adalah bagaimana kita sebagai umat pilihan-Nya dapat melakukannya dengan tujuan untuk memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kasih, terutama kasih kepada Allah dan kepada sesama.

c. Tafsiran Teks Imamat 27:30-32
Jika kita baca pasal 27:9-10, yang mana di situ diceritakan bahwa semua orang yang membayar uang kepada imam di Bait Suci harus memakai syikel kudus, bukan uang lain (ayat 25; band. Matius 21:12, yang menyebutkan penukar-penukar uang di Bait Suci pada masa itu)[10]. Persembahan perpuluhan merupakan juga salah satu sebagai milik Tuhan. Persembahan perpuluhan dalam yang tercatat dalam Im. 27:30-31 merupakan kebiasaan yang sangat kuno sekali, yang sering dilakukan oleh beberapa bangsa dan sulit untuk menentukan asal-usulnya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Robert M. Paterson mengatakan, bahwa di Israel terutama sesudah pembuangan di Babel, persembahan perpuluhan dilakukan dilakukan untuk memberikan dukungan kepada para imam dan orang Lewi (Bil. 18:21 dan 24), hasil tanah yakni seperti buah-buahan bisa diganti dengan uang, dan orang bisa membayar nilai tambah seperlima (ayat 30-31). Jika kita perhatikan kata kudus yang menunjuk pada persembahan perpuluhan tidaklah berarti mahakudus, melainkan menunjuk kepada suatu benda yang dipersembahkan adalah benar-benar dikhususkan untuk Tuhan, yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan para imam atau untuk kepentingan umum lainnya. Seperti membantu atau mendukung para imam yang bertugas di Bait Suci. Artinya dari persembahan perpuluhan itu juga diberikan kepada keluarga para imam untuk keperluan rumah tangga mereka. Semuanya adalah milik Tuhan, artinya manusia tidak punya kebebasan untuk mengambil, menikmati hanya untuk keperluannya pribadi jika tidak diizinkan Tuhan. Tetapi karena Tuhan yang memberikan semua berkat yang yang umat-Nya perlukan, maka sebagai ucapan terimakasih atau ucapan syukur, hendaklah terungkap melalui persembahan perpuluhan yang diberikan kepada Tuhan untuk hormat dan kemuliaan-Nya. Jika demikian kita bertanya “apakah Tuhan memerlukan uang”? tentu tidak, Tuhan tidak pernah meminta apa-apa dari hasil jerih payah yang umat-Nya lakukan. Persembah perpuluhan yang kita berikan tersebut Tuhan tidak butuh, tetapi bagai manapun kita harus menyadari supaya mengucap syukur atas semua anugerah-Nya. Persembahan perpuluhan yang kita lakukan berguna untuk mendukung proses pelayanan bagi mereka yang terpanggil untuk memberitakan firman-Nya. Artinya persembahan perpuluhan yang dikumpulkan tidak hanya untuk kepentingan dalam Bait Suci tersebut atau untuk kepentingan Imam-Imam saja. Tetapi juga bisa dipergunakan untuk kepentingan bersama yang bisa dinikmati oleh orang banyak.
Ayat 32 : Istilah tongkat gembala merupakan hal yang tidak lazim lagi di kalangan orang Israel terutama di kalangan para gembala. Dalam bahasa Ibrani disebut dengan “sebet”, yaitu untuk menuntun domba pulang kekandang[11]. Tongkat yang tidak hanya berfungsi sebagai penghalau binatang buas, menarik domba yang jatuh dan mengendalikan domba yang ingin menyimpang kejalan lain. Tetapi tongkat juga berfungsi atau digunakan untuk menghitung jumlah ternak seperti: lembu atau kambing dan domba. Dengan demikian kita tahu apakah ada yang terhilang atau yang masih tersesat. Seorang gembala yang bertanggung-jawab terhadap ternaknya ia selalu bersikap teliti supaya tidak ada yang terabaikan. Ini juga melambangkan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan manusia dengan sungguh-sungguh. Maksudnya seseorang masing-masing harus mempertanggung apa yang dia lakukan dan hasil yang ia miliki. Di atas telah dijelaskan bahwa bahwa persembahan perpuluhan ini adalah merupakan suatu aturan yang tidak berbeda dengan peraturan-peraturan lainnya. Namun hal ini sulit disadari oleh banyak orang ketika ia mencapai kesuksesan.

KESIMPULAN
Kita telah melihat bahwa persembahan merupakan hal yang sangat penting bagi orang Israel pada masa itu. Karena persembahan tidak hanya menyangkut atau berkaitan dengan bidang kehidupan keagamaan saja, tetapi juga erat kaitannya dengan sosial-politik maupun ekonomi. Persembahan persepuluhan seharusnya menjadi patokan minimum buat pemberian bagi orang Kristen. Selain itu sangat penting kita catatkan bahwa persembahan tidaklah memberikan jaminan keselamatan atau dipahami sebagai alat untuk memperoleh keselamatan dari Allah. Tetapi jadikan itu sebagai bukti bahwa kita adalah umat pilihan-Nya dan persembahan persepuluhan adalah salah satu bukti bahwa kita mengasihi Allah. Kristus telah menyelamatkan kita dari belenggu dosa, maka sebagai ucapan syukur kita untuk menyaksikan Injil-Nya kepada dunia ini, kita harus melakukan sesuatu yang bisa dilihat dunia. Salah satunya adalah melalui persembahan persepuluhan, misalnya memberi dukungan dalam hal pekabaran Injil. Persembahan persepuluhan tidak hanya bersifat memberikan dalam bentuk materi atau uang, tetapi senantiasa hidup dalam kebenaran, kebaikan, iman pengharapan dan kasih serta hidup dalam keadilan Allah. Dengan demikian ketetapan mengenai persembahan persepuluhan adalah wujud kasih dan kehendak Allah dalam kehidupan umat-Nya. Tujuan yang lain adalah bahwa persepuluhan juga merupakan salah satu dari sekian banyak persembahan. Persembahan persepuluhan merupakan salah satu ekspresi iman yang bermaksud menyatakan pengakuan dan penyerahan diri yang utuh terhadap kebaikan dan kepemilikan Allah atas umat-Nya. Pengakuan dan penyerahan diri itu mencakup sikap pasrah kepada pemilihan hubungan dengan Allah dan dengan sesama. Pengakuan melalui persembahan itu berwujud ketika seseorang mempersembahkan perpuluhannya kepada Allah, yang dimanfaatkan untuk kepentingan sasama atau suatu lembaga.
Artinya semua itu tersimpul dalam kata-kata, pengharapan, kebaikan, kasih, keadilan dan kebenaran Allah. Jika kita menyia-nyiakan kebenaran, keadilan, dan kasih Allah yang telah kita terima, maka hidup kita tidak ada bedanya dengan orang-orang Farisi. Satu-satunya Yesus berbicara mengenai persepuluhan adalah, Dia menganjurkannya sebagai “kewajiban”, kata yang digunakan adalah “seharusnya”. Oleh sebab itu, ketetapan mengenai persembahan persepuluhan ini tidak ada bedanya dengan berbagai peraturan dan ketetapan dalam hukum lainnya. Sebagai orang Kristen, hendaklah kita hidup lebih dari standar nilai yang ditentukan dunia. Artinya ada kualitas tertinggi yang ditawarkan Allah yang harus kita capai dan bukan kualitas yang ditawarkan oleh dunia, dan itulah esensi hidup sebagai umat Allah. Mengabaikan persepuluhan berarti mengabaikan kebenaran serta keadilan Allah.



Daftar Pustaka

Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab – A Dictionary Of The Bible (terj. Liem Khiem Yang dan Babbang Subandrijo), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), 2005.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), 2004.
Harrison, R. K., Leviticus – An Introduction and Commentary, (Tyndale Old Testament Commentaries, editor umum. D. J. Wiseman,USA: Inter-Varsty Press Leicester, England, Downers Grove, Illinois, U.S.A., 1980.
Ludji, Barnabas, Diktat Kuliah HPL 4, Cipanas, 2007.
Noth, Martin, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965.
OFM, C. Groenen, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius,2005.
Paterson, Robert M., Tafsiran Alkitab - Kitab Imamat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Wahono, S. Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.

[1] S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, hal 70-71.
[2] Martin Noth, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965, hal 9.
[3] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), 2005, hal 428.
[4] C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius,2005, hal 115.
[5] Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, hal 53.
[6] Tahun Yobel adalah perayaan setiap tujuh tahun, dan terutama setiap 50 tahun, setelah 7x7 tahun. budak-budak Yahudi harus dibebaskan dan tanah-tanah yang tergadai harus dikembalikan (Im. 25:8-13; band. Luk. 4:18-19). Hal tersebut mencegah terjadinya supaya tidak terjadinya perkembangan atau meluasnya perdagangan budak. Kata Yobel berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “terompet” yang ditiup untuk membuka tahun Yobel (lht. W. R. F. Browning, Kamus Alkitab –… 2007, hal 496; Ensiklopedi Jilid-II, 2004, hal 337). Selain hari pelepasan para budak juga sebagai hari peristirahatan atau perhentian atau tahun perhentian setelah 6 tahun masa tanam, pemeliharaan dan panen, tanah dibiarkan tidak ditanami selama 1 (satu) tahun. Tanaman yang sudah tumbuh sendiri di ladang dibiarkan atau diperuntukan bagi orang miskin dan sisanya bagi hewan (Kel. 23:11; Ul. 15:2-18).
[7] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab – A Dictionary Of The Bible (terj. Liem Khiem Yang dan Babbang Subandrijo), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007, hal 353.
[8] Barnabas Ludji, Diktat Kuliah HPL 4, Cipanas, 2007.
[9] Pada zaman kuno, bangsa-bangsa yang ada di sekitar Israel sudah memiliki rajanya masing-masing. Biasanya bangsa sekitar memberikan yang dianggap paling terbaik kepada raja mereka, karena dia adalah anak ilahi yang berkuasa mutlak atas rakyatnya dan juga berkuasa atas apa yang dilakukan oleh mereka. Kemungkinan bangsa Israel juga melihat apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa sekitarnya. Oleh sebab itu mereka berusaha meniru atau melakukan seperti yang dilakukan bangsa sekitar. Terutama suku gurun, yaitu Arabia kuno.
[10] Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab - Kitab Imamat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, hal 378-379.
[11] R. K. Harrison, Leviticus – An Introduction and Commentary, (Tyndale Old Testament Commentaries, editor umum. D. J. Wiseman,USA: Inter-Varsty Press Leicester, England, Downers Grove, Illinois, U.S.A., 1980, hal 238.

BERKAT DAN KUTUK

KONSEP “BERKAT DAN KUTUK”
DALAM PERJANJIAN LAMA
Oleh : Sugiman

Pendahuluan
Dewasa ini masih bayak orang Kristen yang keliru dalam memahami arti kata “Berkat dan Kutuk”. Terkadang “berkat” menjadi “kutuk” dan “kutuk” menjadi “berkat”. Sehingga tidak heran jika ada banyak hakim yang bermunculan seperti jamur di dunia ciptaan-Nya. Kekayaan, kemakmuran dan sejenisnya dijadikan standar penilaian untuk “berkat”. Sedangkan malapetaka, kemiskinan, penderitaan atau jenis bencana lainnya dijadikan standar penilaian untuk “kutuk”. Kenapa? Karena ketidakpahaman tadi. Maka dari itu dalam paper ini berusaha menyoroti atau memberikan pemahaman yang benar mengenai “berkat” dan “kutuk” yang dilihat berdasarkan kitab Ulangan pasal 28 dan Imamat pasal 26.

Pembahasan
A. Pemahaman umum mengenai berkat dan kutuk.
Berkat dan kutuk adalah suatu kuasa yang terkubur dalam perkataan. Menurut para ahli, bahwa orang Israel meyakini bahwa kata-kata yang keluar atau yang diungkapkan seseorang tidak hanya sebatas untuk menyampaikan pesan kemudian berlalu begitu saja. Tetapi memuat suatu kuasa yang bekerja seperti sebuah alat yang berada di tangan manusia. Selain itu, “berkat” dan “kutuk” juga erat kaitannya dengan “perjanjian”, yaitu menyangkut ketaatan dan ketidaktaatan (Kej. 48:14-15; 1 Sam. 14:24).[1]

1. Berkat
Terminologi

Kata berkat berasal dari kata benda berekh bentuk aktifnya adalah kata kerja brk yang diucapkan untuk memberkati dengan menyebut nama Yahweh. Bentuk pasifnya adalah dari kata kerja berekh yang digunakan untuk Yahwe. Ibrani Lexicon[2] memperlihatkan dua ciri kata berkat, yaitu “brk”dalam bentuk. qal: “to knell” (Maz. 95:6; 2Taw. 6:13), dalam bentuk hiphil: “to make (camels) kneel” (Kej. 24:11). Yang kedua dari kata benda “berekh”: “knee” (Yes.45:23); dalam bentuk dual muncul 24 kali dalam bitab Tawarikh; dan “brk” II Lexsicons mengikuti terjemahan dari bentuk qal pass. Ptcp. barukh: “blessed”, “praised”; bentuk niphal: “to be blessed, to bless oneself” (Kej. 12:3; 18:18; 28:14), bentuk piel: “to bless, greet, praise”, bentuk pual: “to be blessed”. Kata benda “berakh” sejajar dengan bahasa Aram: “arkhubbah” : “knee”. Bentuk yang lain: “bryk” ’lh’ “dryr” wbryk qdm ‘lh’, “brktk”, “ybrk’k’’lh’, yang menunjuk pada relasi antara manusia dan dewa[3]. Selain itu, kata ini juga digunakan untuk mengambarkan relasi antara atasan dan bawahan, yaitu ketika bertemu dengan atasannya maka bawahan harus berlutut. Dalam bahasa Semitic juga diterjemahkan: “knee”, “blessing”. Dalam bahasa Akkad hanya kata benda “birku” atau “burku”: “knee”, dan kata “karabu” : “knee” dan “blessing”. Dalam bahasa Ugarit berasal dari kata “mrr” yang disejajarkan dengan kata “brk”: to be strong, give power. Meskipun demikian kita harus kembali pada konteks dan penggunaannya dalam komunitas umat Israel saat itu. Pemahaman tentang berkat dan kutuk memiliki kemiripan dengan bangsa-bangsa sekitar Israel yang ada di Asia Barat Daya Kuno atau diambil alih dari kodeks-kodeks atau bahan-bahan hukum dari kalangan Kanaani[4].
Menurut Browning, dalam PL berkat adalah kemurahan yang dikaruniakan Allah kepada umat-Nya, seperti pada waktu panen (Ul. 28:8). Berkat juga merupakan salah satu dari kata-kata pujian bagi Allah atau kata-kata untuk membuat seseorang atau sesuatu menjadi kudus”[5]. Kata “berakah” sering dihubungkan dengan karunia benda, seperti material (Ul. 11:26; Amsl. 10:22; 28:20; Yes. 19:24dll)[6], berkat adalah karya Allah (Kej. 1:22), penyembahan dan pujian kepada-Nya (Kej. 24:48), pemilihan Tuhan (Ul. 19:2, 7; 10:8)[7], berkaitan dengan kesetiaan pada perjanjian Tuhan (Ul. 28:15-46). Menurut Chr. Barth, Vol. 1, 1981: 57, berkat adalah ketika manusia berada dalam lembaga persekutuan yang diciptakan Allah. Namun tidak berarti Allah menutup berkat kepada yang lain (bukan pilihan-Nya), tetapi dilimpahkan juga bagi segala yang hidup.

2. Kutuk
Terminologi

Dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan dengan “kutuk” adalah kalalah, alah, arar dalam LXX diterjemahkan dengan katara, kataraomai, epikataratos, kataraomai. Di luar PL kutuk berasal dari akar kata “lh” asli dari bahasa Arab. Bentuk kata yang lainnya adalah “lw” dan “alwe” dan benuk konstruknya adalah “lt” yang berarti “kutuk’ dan “janji” [8]. Dalam bahasa Srmitic, berasal dari akar kata “qll” arti dasarnya adalah “be small, light“, Aram: “qll”: be small, light, young, curse, Akkad: qalalu(m): “light, small, curse” yang diterjemahkan dengan “kutuk” adalah kata “alah” (Hak. 17:2; Hos. 4:2; 10:4; 1 Sam. 14:24), “ta’alah” (Ratapan. 3:65), selain itu kata arar, qalal, dan ala” [9]. Jika kita perhatikan kata “lh” dan “lt”, kedua kata ini tidak hanya ditemukan dalam bahasa Arab, tapi karena kata ini sudah lazim digunakan di Timur Tengah Kuno saat itu, terutama sebagai kata pengesahan “perjanjian” antara dewa dan manusia.

B. “Berkat” dan “Kutuk” menurut kitab Ulangan dan 28 Imamat 26:
1. Kitab Ulangan 28

Kitab Ulangan disebut “Deuteronomiy”, yaitu terjemahan dari LXX, dari kata “deuteronomion” (Ul. 17:18), dan dari situlah dikenal sumber D.[10] Inilah alasan para ahli mengatakan bahwa kitab ini berasal dari sumber D yang ditulis kira-kira pada abad ke-7 atau tahun 622/621 sM. Kitab ini juga dihubungkan dengan reformasi Yosia yang bersifat anti-sinkretisme, maka yang menjadi pusat sinkretisme harus dimusnahkan yaitu kuil-kuil dewa-dewi Kanaani ditutup.[11] Karena kehidupan yang demikianlah yang menyebabkan umat Israel mengalami kemerosotan iman. Menurut Hans Walter Wolff, penulis Deuteronomy sangat menekankan tradisi “perjanjian Sinai”, hal itu dapat diperhatikan melalui penggunaan frasa “hayyom” (“today : hari ini”.[12] Kata “hayyom” ingin menegasankan kepada umat Israel bahwa mereka adalah kepunyaan-Nya. Artinya Allah akan murka jika mereka tidak taat atau hidup bersinkretisme dengan ilah-ilah yang sebenarnya bukan Allah. Israel Utara telah jatuh tahun 722 sM. dan penduduknya dibuang ke Asyur karena tidak setia pada “perjanjian Sinai”. Sedangkan Israel Selatan (Yerusalem) mengalami krisis yang sangat hebat, yaitu adanya ancaman kekafiran dan penyembahyan berhala yang dibawa oleh raja Manase. Untuk menjaga supaya Israel tetap eksis sebagai umat pilihan Allah atau sebagai umat yang kudus, maka penulis Deuteronomy menganjurkan pentingnya pengadaan reformasi atau pembaharuan hidup bagi umat pilihan Allah (lht. Wahono, 2004:69). Hanya mereka yang hidup setia menurut hukum dan ketetapan-ketetapan Allah sajalah yang terjamin masa depan hidupnya (Ul. 28). Dengan kata lain adalah bahwa relasi itu sangat penting. Karena relasi umat Israel dengan Allah akan memberi jawaban apakah itu berkat atau kutuk. Kedua pernyataan ini merupakan suatu pilihan hidup, yaitu hidup dan mati atau berkat dan kutuk[13]. Konteks kitab Ulangan memperlihatkan bahwa umat Israel tidak lagi setia pada “Perjanjian Sinai”. Mereka hidup bersinkretisme dengan dewa-dewa Asyur/ Kanaan. Oleh sebab itu penulis kitab Ulangan mempeerbaharui kembali hukum-hukum yang terabaikan, kemudian diungkapkannya menurut caranya sendiri, supaya umat Israel mengingat kembali perjanjian dan kasih Allah yang membawa mereka keluar dari tanah Mesir, Allah yang memberkati dan menuntun mereka selama di padang gurun. John Goldingay mengutip Von Rad, yang mengatakan “Blessing is also a central theme in Deuteronomy, where it is set before Israel as a prospect to enjoy in the promised land”[14] Memelihara janji-Nya berarti berusaha mendengarkan kembali suara Yahwe yang memanggil umat-Nya keluar dari penyembahan berhala atau kutuk, kemudian masuk ke Bait-Nya untuk menikmati berkat-berkat-Nya sesuai dengan janji-Nya. Adalah tepat perkataan,
Kemungkinan besar pemahaman penulis Deuteronomis dipengaruhi oleh kerangka atau struktur dari tradisi-tradisi yang ada di Asia Barat Daya Kuno, yaitu ketika umat Israel memasuki tanah Kanaan. Atau dipengaruhi oleh konsep “perjanjian maharaja dengan raja taklukannya” dan ini menyangkut kuasa-politik Asyur-Babel. Misalnya Esahardon raja Asyur (681-699) menerapkan “perjanjian” ini terhadap daerah-daerah atau bangsa-bangsa taklukannya[15] Perjanjian seperti itu merupakan masalah aktual saat itu, karena menyangkut kesejahteraan atau keamanan bagi bangsa-bangsa taklukan.
Penekanan penulis Deuteronomis memiliki kemiripan tentang konsep “perjanjian”. Satu-satunya jalan untuk menjamin masa depan bagi umat Israel adalah mendengarkan suara Yahwe atau menaati hukum-hukum dan tetap setia pada perjanjian-Nya seperti yang tertulis dalam Ul. 6:4.[16] Mendengarkan suara Yahwe berarti mengakui-Nya sebagai Allah yang berdaulat, mutlak, Allah yang Esa. Menurut Fohrer, Ul. 6:4, juga ingin mengatakan bahwa Yahwe adalah adalah unik (Yahwe is unique), Allah Israel tidak sama dengan ilah-ilah atau dewa-dewa yang disembah bangsa-bangsa sekitar Israel. karena diakui sebagai Allah yang Esa.[17] Karena Yahwe adalah Esa adanya, maka hanya Dialah yang menjadi sumber berkat bagi umat-Nya Israel. Dengan demikian mereka harus mendengarkan suara-Nya. Mendengarkan suara Yahwe berarti melakukan ketetapan-ketetapan dan perintah-perintah-Nya. Jika umat Israel menutup telinga berarti sama juga dengan mengeraskan hati serta menjauhkan diri dari berkat-Nya. Jadi segala sesuatu yang membuat Israel jauh dari Yahwe adalah kutuk, demikian sebaliknya.[18]. Hanya ranting yang masih melekat pada pohonnya yang masih bisa hidup dan menghasilkan buah. Artinya berkat itu tidak akan pernah ada ketika umat-Nya terpisah/ terlepas dari sumbernya (Yahwe).
Demikianlah juga yang ingin disampaikan oleh penulis Deutronomis, bahwa tanpa ketaatan pada perjanjian Sinai maka berkat itu tidak akan ada. Karena ketidaktaatan menyebabkan terjadinya penyembahan berhala (sinkretisme), ketidakadilan, penindasan, pemerasan dan sebagainya. Sehingga semuanya itu mendatangkan kutuk bagi orang Israel.

2. Kitab Imamat 26

Dalam tradisi teks synagoge kitab Imamat disebut “wayyiqra” artinya ‘dan dia memanggil’, ini merupakan perkataan pertama dalam kitab itu, yaitu sesuai dengan atau mengikuti kebiasaan-kebiasaan kuno yang sudah lazim di Timur Tengah saat itu. Dalam Septuaginta (LXX) terjemahan lama dari Perjanjian Lama ke dalam Bahasa Yunani kitab ini disebut “Leuitikon”; dalam bahasa Latin Vulgata disebut “Liber Liviticus”, ‘the Leviticus (Book)’ dan dalam bahasa Inggris mengikuti bahasa Latin, yaitu “Liviticus” (the Latin Bible)[19]. Dalam bahasa Misynah, kitab ini disebut dengan berbagai nama, yaitu disebut dengan hukum imam-imam (torat kohanim), buku imam-imam (sefer kohamim), hukum persembahan (torat haqqorbanim), nama-nama ini menunjuk kepada isi kitab itu[20], yang mana menunjuk kepada atau mengenai hukum-hukum korban persembahan. Dengan demikian hukum-hukum itu berfungsi untuk menjaga kekudusan bangsa Israel dan hukum-hukum kesucian. Dalam bahasa Indonesia sepertinya sebutan Imamat lebih tepat, seabab bagian terbesar dalam kitab ini adalah mengenai para imam umat Israel, tugas dan kewajiban-kewajibannya[21].
Blommendaal (1996:52) mengatakan bahwa hukum-hukum yang muda, yang berasal dari sumber priester (P), yang ditulis pada masa pembuangan di Babilonia khususnya pada abad ke-5 atau tahun 500 sM.[22]. Pembuangan di Babilonia memperlihatkan situasi atau keadaan yang sangat berbeda sebelum bait Allah dihancurkan. Bahaya sinkretisme merajalela yang dapat menyebabkan terjadinya kemerosotan iman. Supaya tradisi-tradisi kultus tetap terpelihara maka para imam terdorong untuk menuliskannya untuk mengingatkan dan mempertahankan bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang kudus umat pilihan Allah. Oleh sebab itu, mereka harus hidup kudus di hadapan-Nya, hidup kudus juga bisa diterapkan melalui kultus-kultus yang adalah sarana untuk memelihara atau memperbaiki hubungan persekutuan dengan Allah. Fohrer mengatakan bahwa ini adalah kontribusi yang sangat mendasar dari sumber P.[23] Sumber P sama dengan sumber Yahwist dan Elohist yaitu menuturkan sejarah keselamatan Israel (Wahono, 2002, hal 79-71). Perhatikan pasal 26:3 “Jika kamu berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Ku dan memperhatikan perintah-perintah-Ku dan melakukannya”,[24]. Dari ayat di atas memperlihatkan bahwa relasi dengan Yahwe itu sangat penting, karena menjalin relasi dengan Allah berarti masuk dalam lingkaran berkat (Im. 26:1-13), sedangkan di luar lingkaran itu adalah kutuk (Im. 26:14-45). Memelihara relasi tidak hanya sebatas mempersembahkan korban, melainkan “berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Nya, dan memperhatikan perintah-perintah-Nya (firman-firman-Nya) dan melakukan-Nya” dan inilah esensi hidup sebagai umat pilihan Allah.
Penulis P ingin mengatakan, bahwa “segala kebaikan yang dijanjikan Allah seakan-akan memuncak dengan janji, yaitu Allah “akan menjadi Allah” Abraham dan keturunannya di masa depan (lht. Kej. 17:7-8; Kel. 6:7)[25]. Hal ini ingin mengatakan bahwa kehidupan umat Israel tidak pernah terlepas dari “perjanjian Allah” yang dimulai dari Abraham dan seterusnya. Hidup dalam lingkaran perjanjian Allah berarti ada syarat-syarat yang harus taati, yaitu berjalan dalam ketetapan-ketetapan Allah dan memperhatikan firman-firman-Nya dan melakukannya, maka Allah akan memberi hujan pada masanya, sehingga membasahi tanah dan tanah menjadi subur sehingga menghasilkan panen yang berlimpah-limpah, umat Allah akan hidup damai sejahtera, mereka dijauhkan dari beinatang buas, Tuhan akan membebaskan mereka dari musuh, Tuhan akan menempatkan kemah suci-Nya ditengah-tengah mereka supaya umat-Nya beribadah kepada-Nya (Im. 26:4-13). Namun “janji” yang sangat menonjol dari semuanya itu adalah tentang pemberian “tanah perjanjian”.

Kesimpulan
a. Berkat dan kutuk menurut kitab Ulangan 28
Konsep berkat dan kutuk dalam kitab Ulangan tidak bisa dipisahkan dari pemahaman “perjanjian Sinai.” Menurut sumber Deuteronomis hubungan perjanjian Sinai sangatlah menentukan bagi kehidupan umat Allah pada masa itu dan “setia pada perjanjian Sinai” itu adalah segala-galanya. Karena bangsa Israel adalah umat pilihan Allah, maka mereka wajib hidup sebagai umat pilihan. Yahwe telah berjanji bahwa Ia akan memelihara umat-Nya yang setia pada perjanjian-Nya atau menuruti ketentuan-ketentuan-Nya atau mendengarkan suara-Nya, dan melakukan perintah-perintah-Nya. Dengan demikian hidup umat-Nya akan terjamin baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Artinya relasi perjanjian Allah dengan umat pilihan-Nya itu sangat penting. Karena relasi dengan Yahwelah yang akan menentukan apakah itu berkat atau kutuk.

b. Berkat dan kutuk menurut kitab Imamat 26:3-26
Dalam pemahaman perjanjian kerajaan di Timur Tengah Kuno, bahwa ketaatan kepada perjanjian raja, maka kesejahteraan hidupnya atau sebuah bangsa taklukannya “tidak akan mengalami kekerasan”, tetapi mereka akan “hidup aman” dan terlindungi dari bangsa lain. Jadi kemungkinan besar konsep seperti inilah yang dipahami oleh bangsa Israel pada masa itu. Meskipun sebenarnya sulit untuk dipastikan, karena bagaimana pun ketakutan itu akan tetap ada jika di bawah jajahan bangsa asing.
Namun yang perlu kita perhatikan adalah bahwa bagi orang Israel pemahaman tentang janji berarti menyangkut sebuah jaminan jika ditaati dan tidak ada jaminan ketika menyimpang atau tidak taat. Dari struktur mengenai berkat dan kutuk di atas khususnya dalam kitab Imamat berasal dari sumber P, yang memuat hukum-hukum kultus, hukum-hukum korban persembahan, hukum-hukum kekudusan dan hukum-hukum keudusan lainnya harus ditaati karena menurut penulis P bahwa umat Israel akan hidup damai, tidak ada kekerasan, saling mengasihi jika mereka taat, yaitu hidup kudus sebagaimana yang Allah inginkan. Semua hukum itu bertujuan untuk mengingatkan bahwa Israel adalah bangsa yang kudus. Oleh sebab itu, mereka harus hidup kudus juga karena Allah adalah kudus.
Demikian juga dalam Imamat 26:3-26 ini memuat mengenai berkat dan kutuk. Berkat berarti mereka hidup adil, damai, ti sana tidak ada kekerasan, makmur karena hasil panen yang berlimpah, tidak ada musuh, korupsi. Jadi kita melihat di sini bahwa relasi adalah segalanya untuk menentukan apakah itu kutuk atau berkat. Relasi itu bukan abstrak yang tidak terlihat, tetapi nyata dalam kehidupan yang sejahtera, damai, tidak ada ketakutan, sukacita.

Makna teologis dan relevansinya
1. Relasi seseorang dengan Tuhan akan memberi penjelasan apakah itu berkat atau dalam kutuk.
2. Jika kekayaan membuat seseorang itu menjauhkan diri dari Tuhan, maka itu adalah kutuk. Artinya kekayaan tidak memberi jaminan orang bisa hidup sejahtera, sukacita karena sukacita, sejahtera itulah berkat.
3. Demikian juga pengetahuan, yaitu jika pengetahuan yang dimiliki membuat seseorang itu menyangkal Tuhan itu juga kutuk.
4. Sedangkan jika seseorang mengalami masalah dan bahkan ia hampir meninggal karena penderitaan. Jika ia semakin dekat dengan Tuhan dan bahkan semakin mengenal bahwa Tuhan adalah pemilik hidup maka itu adalah berkat bagi dia.
5. Seorang koruptor yang memeras keringat orang miskin, menindas, memperkosa nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan sebagainya dan itu menjadi kutuk baginya.[26]

Jadi yang menentukan semuanya apakah itu berkat atau kutuk adalah seperti apa relasinya dengan Tuhan. Jika relasinya harmonis, yakni apapun yang seseorang alami, entah senang ataupun susah jika ia semakin dekat dengan Tuhan maka itu berkat bagi dia. Dan jika sebaliknya yang terjadi, yaitu semakin hari semakin jauh dia dari Tuhan sehingga relasinya terputus maka itu adalah kutuk.




KEPUSTAKAAN


Bible Works 7 : Easton Dictionary, hal 606;
Fausset Dictionary hal 656;
ISBE Encyclopedia hal 1545.
Barth, Ch. Theologia Perjanjian Lama-Vol. 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981.
Barta, Ch. Teologia Perjanjian Lama-Vol. 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Blommendaal J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Brown Raymond, The Message Of Deuteronomy- The Bible Speaks Today, (Editor: J.A. Motyer), 1993.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible) terj. Dr, Lim Khiem Yang, Jakarta: (BPK Gunung Mulia), 2007.
Budd Philip J., New Century Bible Commentary-Leviticus, USA: Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan, 1996.
Cairns I. J., Tafsiran Alkitab-Ualangan Fasal 12-34, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.
Collins John J. Preverbs-Ecclesiastes, Atlanta: John Knox Press, 1980.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesian Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia, 2005.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – jilid 1 (A-L), Jakarta: (Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF), 2004.
Fohrer - Sellin, Introduction To The Old Testament, Abigdon Press, 1978.
Fohrer G., History Of Israelite Religion, (translited by: David E. Green), London: S.P.C.K, 1981.
Goldingay John, Theological Diversity And The Authority Of The Old Testament, William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1995.
Groenen C. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Hartley, John E., Word Biblical Commentary, Volume 4: Leviticus, General editor: David A. Hubbard, Glenn W. Barker; Old Testament editor: John D. W. Watts; New Testemant editor: Ralph P. Martin (Dallas, Texas: Word Books, Publisher) 1998.
Hinson David F., Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
House Paul R., Old Testament Theology, USA: IntterVarsity Press, 1998.
Interpreter’s Bible-Vol. II, New York: Abingdon Cokesbury Press, 1953.
Kaiser Otto, Introduction To The Old Testament-A Presentation of its Results and Problem, Basil Blackwell Oxford, 1984.
Koch Klaus, The Prophets, Vol. 2 (The Babylonian and Persian Priods), Fortress Press Philadelphia, 1984.
Lembaga Biblika Indonesia-Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakatra: Kanisius, 2002.
Ludji Barnabas, Sejarah Israel Pada Zaman Perjanjian Lama, Cipanas.
McConville J. G., Apollos Old Testament Commentary Deuteronomy, (series Editors: David W. Baker and Gardon J. Wenham, Englend: InterVersity Press, 2002.
New Bible Dictionary – Third Edition, Consulting Editors: I H. Marshall, A.R. Millard, J.I. Packer, and D.J. Wiseman, (Leicester-England: Inter-Versity Press), 1996.
Noth Martin, The History Of Israel, London, 1960.
Noth Martin, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965.
Rad, Gerhard Von, Old Testament Theology-The Theology Of Israel’s Historical Traditions, Vol.1 (Translated by: D.M.G. Stalker), Edinburgh and London, 1962.
Soggin, Alberto F. Introduction To The Old Testament, Blommsbury Street London: SCM Press LTD, 1976.
The Interpreter’s Dictionary Of The Bible – An Illustrated Encyclopedia A-D / Vol. 1, (New York: Abingdon Press), 1962.
Theological Dictionary Of The Old Testament, Vol. I, 1977.
Theological Dictionary Of The Old Testam ent- Vol. II (Edited by: G. Johannes Batterweck and Helmer Ringgren, Translator: John T. Willis), W.B.Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1977.
Vaux Roland de, Ancient Israel-Its Life and Institutions, (Translated by: John McHUGH), London: Darton Longman & TODD, 1968.
Vriezen, Th. C., Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wahono Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Wolff Hans Walter, Antropology Of The Old Testament, USA: Fortress Proess-Philadelphia, 1975.
Weiden, Wim Van der, MSF. Mgr. I. Suharyo, Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama – LBI, Yogyakarta: Kanisius, 2000.



[1] Lht. The Interpreter’s Dictionary Of The Bible – An Illustrated Encyclopedia A-D / Vol. 1, (New York: Abingdon Press), 1962 hal 445-446; Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. II, (Edited by: G. Johannes Batterweck and Helmer Ringgren, Translator: John T. Willis), W.B.Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1977, hal 279-308; Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. I 1977; Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – Jilid 1, Jakarta: Yayasan Bina Kasih/ OMF, 2004, hal 624; New Bible Dictionary, Third Edition, (Consulting Editors: I.H. Marshall, A.R. Millard, J.I. Packer, D.J. Wiseman), England: Inter-Varsity Press, 1996, hal 142-143.
[2] Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. I,...,1977, hal 1.
[3] Theological Dictionary Of The Old Testament- Vol. II,...,1977, hal 283.
[4] I. J. Cairns, Tafsiran Alkitab-Ualangan Fasal 12-34, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal 1
[5] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab (A Dictionary of the Bible) terj. Dr, Lim Khiem Yang, Jakarta: (BPK Gunung Mulia), 2007, hal 56-57.
[6] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini – jilid 1,..., 2004 hal 184. (Band. New Bible Dictionary,..., 1996, hal 143).
[7] Bible Works7: ISBE Encyclopedia hal 1545; lht. Easton Dictionary, hal 606; Fausset Dictionary hal 656.
[8] Kata “lh” ‘lw”, “alwe” dan “lt” adalah bahasa Arab,sudah lazim digunakan di dunia Timur Tengan Kuno saat itu, khususnya sebagai “pengikat perjanjian” antara manusia dan dewa. Tapi dilain sisi kata itu juga digunakan untuk mengutuk dan berjanji atau memberkati (Lht. Theological Dictionary Of The Old Testament Vol. II Groenen OFM dalam Pengantarnya, 2005, hal 130 mengatakan, bahwa sejak dahulu kala di kawasan Timur Tengah surat perjanjian ada susunannya sendiri, terutama mengenai surat perjanjian antara seorang maharaja dan raja-raja bawahannya. Jika bawahan setia melaksanakan maka ia akan mendapat banyak anugerah, sebaliknya jika tidak maka hukuman = kutuk. Tidak jauh dengan pemehaman umat Israel, yaitu setia pada “perjanjian Sinai” berarti hidup menurut ketetapan-ketetapan Allah. Kemungkinan pemahan seperti ini diambilalih dari agama-agama suku Arabia kuno yang hidup sebagai suku gurun. Kemudian diberi pemahaman yang baru oleh umat Israel (Band. Vriezen, 2006:57-62).
[9] Theological Dictionary,... 1977, hal 279-308; bnd. Ensiklopedi Alkitab,2004, hal 624-625.
[10] Theological Dictionary,..,1977, hal 831; Lht. J. G. McConville, 2002, hal 17; bnd. Wahono, 2004 hal 68.
[11] Bnd. Klaus Koch, Vol. 2, 1984 hal 1; Blommendaal, 1996 hal 19, 60-61; Vriezen, 2006:245-246 mengatakan bahwa singkritesme merajalela. Naskah kitab Ulangan 12-26 yang ditemukan di Yerusalem tahun 622 sM. sangat mempengaruhi reformasi Yosia dalam bidang agama Lht. Weiden, (2000 :59). Reformasi Yosia tidak hanya meliputi daerah Yehuda, tetapi juga sampai ke Betel (2 Raj. 23:14, 15) dan kota samaria (2 Raj. 23:8, 19; 2Taw. 34:6) bahkan juga kekuasaan Israel Utara yang ditaklukan oleh Asyur (2Raj. 23:4; 2Taw. 34:6, 7). Pada masa kekuasaan Asyur, baik Israel Utara maupun Selatan sudah terkontaminasi oleh racun-racun kekafiran. Ketika Manasye menjadi raja atas Yehuda, ia sama dengan raja-raja sesudahnya, yaitu tunduk kepada Asyur serta mengajak masyarakat Yehuda untuk menyembah dewa-dewa Asyur (band. G. Fohrer, 1981:292-293; Roland de Vaux, 1968:337-338; David F. Hinson, 2004:171-172). Tapi raja Yosia berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang memelihara dewa-dewa Asyur. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa reformasi ini adalah sebagai tanda bahwa Israel akan melepaskan diri dari tangan Asyur (bnd. Martin Noth, 1960:172). Saat Asyur menjadi lemah dan bangsa-bangsa tahanan membrontak untuk melepaskan diri, sedangkan Babel menjadi bangsa yang kuat. Jangkauan reformasi Yosia cukup luas itu juga kemungkinan untuk memperkuat hubungan antara wilayah-wilayah dan kota-kota propinsi dengan pemerintah pusat di Yerusalem. Kitab 2Taw. 34:6 dst juga memberikan informasi bahwa Yosia telah memperluas kekuasaannya ke Utara menuju Galilea. Keberhasilan Yosia juga didukung situasi politik Internasional, yaitu munculnya Babel sebagai negara yang kuat (Lht. G. Von Rad, 1962, hal 75; bnd. Barnabas Ludj, Cipanas, hal 50-51).
[12] Hans Walter Wolff, Antropology Of The Old Testament, USA: Fortress Proess-Philadelphia, 1975, hal 86-88.
[13] The Interpreter’s Bible-Vol. II, New York: Abingdon Cokesbury Press, 1953, hal 494; band. Lembaga Biblika Indonesia-Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakatra: Kanisius, 2002, hal 197-198.
[14] John Goldingay, Theological Diversity And The Authority Of The Old Testament, William B. Eerdmans Publishing Company Grand Rapids, Michigan, 1995, hal 206.
[15] Lht. Browning,..,2007 hal 96; bnd. J. Cairns,..,1986, hal 250; John Goldingay, 1995, hal 206 yang mengatakan bahwa berkat itu tidak hanya berkaitan dengan “perjanjian”, melainkan lebih dalam lagi yaitu menyangkut visi karya keselamatan yang dilakukan Allah, yang disampaikan lewat paera nabi-Nya.
[16] syema yisrael yhwh elohenu yhwh ehad WTT (Ul. 6:4). TS: “Dengarlah hai Israel, Yahwe itu Allah kita, Yahwe itu satu”. Perkataan ini mengantung pengertian yang sangat besar dalah kehiduapan rohani umat Israel. Perhatikan kata syema dalam bentuk “imperative” yang menandakan bahwa itu “penting sekali atau tidak boleh diabaikan (harus)”. Kalimat ini menjadi pengakuan iman bagi umat Israel, bahwa Yahwe itu satu. Tidak ada yang lebih besar dari Yahwe. Siapa yang tidak mau mendengar maka itu adalah kutuk. Oleh sebab itu, umat Israel dituntut untuk setia pada perjanjian Sinai yang diberikan Yahwe kepada Musa (bnd. Paul R. House, Old Testament Theology, USA: IntterVarsity Press, 1998, hal 191-192.
[17] G. Fohrer, History Of Israelite Religion, (translited by: David E. Green), London: S.P.C.K 1981 hal 373.
[18] (Ul. 28:2) Perhatikan kata kol’haberakot dalam Ul. 28:2 ( Analisis : noun common masculine singular construct particle article berakh noun common feminine plural absolute homonym 1). Bentuk construct di sini lebih memberi penekanan bahwa Yahwe adalah sumber berkat (bukan dewa-dewa kafir). Dari mana kita tahu bahwa hanya Yahwelah sumber berkat itu? Perhatikan kembali kata selanjutnya, yaitu tisma bekol yhwh eloheka RSV: (if you obey the voice of the LORD your God) LAI: (jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu). Mematuhi atau menaati dan mendengarkan suara Yahwe berarti berkat, jika sebaliknya maka itu kutuk (liht. Ul. 7:12-16).
[19] Martin Noth, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965, hal 9; band. Philip J. Budd, New Century Bible Commentary-Leviticus, USA: Marshall Pickering, Wm. B. Eerdmans Publishing Co, Grand Rapids, Michigan, 1996, hal 1
[20] Ensiklopedi...,2005, hal 428.
[21] C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius,2005, hal 115.
[22] Lht. Otto Kaiser dalam pengantarnya 1984:103-104; Wahono, 2004:70-74. Pada masa pembuangan di Babilonia, umat Israel di tempatkan di daerah Tel-Aviv yang teletak di Ibu kota Babilonia. Mereka hidup dengan otonomi yang terbatas, namun ada juga yang hidup berdagang atau bekerja sebagai tukang dengan keahlian-keahlian yang mereka miliki. Sehingga lewat keahlian-keahlian itu ada yang mendapat kedudukan yang terpandang atau terhormat dalam masyarakat Babilonia. Mereka terus menjalin relasi dengan orang-orang sekitar termasuk dalam kehidupan keagamaan, meskipun masih ada yang menolak penyesuaian itu untuk mempertahankan keyakinan mereka kepada Allah. Namun pada umumnya penyesuaian itu terus berlangsung. Weiden mengatakan dalam pengantarnya (2000:69-71) bahwa penyembahan kepada dewa-dewa Kanaan waktu di Palestina itu tidak pernah berhenti. Sehingga tidak heran jika mereka kembali kepada penyambahan dewa-dewa kafir karena menganggap bahwa Yahwe telah dikalahkan oleh dewa-dewa Marduk (lht. Fohrer 1967:311; Soggin, 1976:263 ).
[23] Sellin-Fohrer, Introduction To The Old Testament, (translited by: David E. Green), Abingdon-Nashville, 1978, hal 181.
[24] Kata Ibraninya : (im-behuqqotay tëlëºkû we´et-miswötay tišmerû we`ásîtem ´ötäm). Dalam ayat ini terj. LAI kurang tepat menurut saya, karena tidak memperhatikan bentuk-bentuknya. LAI menterjemahkan kata yt;ÞQoxuB.-~ai dan yt;äwOc.mi-ta,w> dalam bentuk tunggal, yaitu “Jikalau kamu hidup menurut ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada perintah-Ku serta melakukannya,“ sedangkan jika kita perhatikan kedua kata benda itu dalam bentuk jamak, bukan tunggal. Lht. BGT: prostagmasin dan entolas;RSV: “statutes” dan “commandments”; KJV sama dengan RSV: “statutes” dan “commandments” NIV: “decrees” dan “commands”. Selain bentuk jamak kedua kata benda itu juga dalam bentuk partisif yang sifatnya sedang dan terus-menerus. Kata pertama dalam ayat ini dimulai dengan “jika”. Kata ini menunjuk pada suatu kondisi tertentu, yaitu seharusnya umat pilihan Allah “tetap berjalan dalam ketetapan-ketetapan-Nya dan memperhatikan perintah-perintah-Nya (firman-firman-Nya) dan melakukannya”. Kata “jika” juga mengandung janji Allah, yaitu “berkat” bagi mereka yang tetap setia melakukan perintah-perintah-Nya. Sebaliknya, “kutuk” akan menjadi bagian bagi mereka yang mengabaikan atau tidak setia melakukan perintah-perintah-Nya. Kata memperhatikan di situ tidak hanya sekedar tahu tetapi mengerti. Hanya orang yang mengerti perintah/firmanlah yang mau melakukan/ menerapkannya.
[25] Ch. Barta, Teologia Perjanjian Lama-Vol. 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006, hal 36-37.
[26] Band. Collins John J. Preverbs-Ecclesiastes, Atlanta: John Knox Press, 1980, hal 43 mengatakan bahwa bagi orang yang ditindas itu adalah berkat jika ia tetap hidup takut akan Tuhan. Perlu diketahui penulis kitab Amsal juga mengatakan bahwa mereka yang menindas orang miskin, anak yatim, para janda, masyarakat lemah berarti ia sudah menghina sesamanya dan terlebih menghina Sang Pencipta.