Selasa, 10 November 2009

PERSEPULUHAN

KONSEP PERPULUHAN MENURUT
KITAB IMAMAT 27:30-32
Oleh : Sugiman


Ayat :
30 Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN.
31 Tetapi jikalau seseorang mau menebus juga sebagian dari persembahan persepuluhannya itu, maka ia harus menambah seperlima.
32 Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN.

PENDAHULUAN
Perbuluhan merupakan hal yang masih diperdebatkan oleh banyak Gereja khususnya Gereja-gereja yang ada di Indonesia. Pokok persoalan yang menjadi perdebatan adalah berkisar pada apakah perpuluhan itu merupakan keharusan, terserah atau sukarela dari masing-masing individu. Karena ada Gereja-gereja yang mengharuskan kepada setiap jemaatnya untuk memberikan perpuluhan, tetapi ada juga yang tidak atau memberikan kebebasan kepada jemaatnya.
Berbagai pandangan Gereja dalam memberikan pemahaman mengenai perpuluhan ini, yaitu ada gereja yang mengalokasikan atau mengkhususkan bahwa perpuluhan itu untuk Pendeta yang melayani di Gereja tersebut, tetapi juga ada yang dialihkan kepada Gereja itu sendiri, yaitu terserah Gereja tersebut mau di kemanakan perpuluhan tersebut.
Berbicara mengenai perpuluhan dalam Perjanjian Lama adalah merupakan sesuatu yang sangat penting, karena teks Perjanjian Lamalah yang memulai tradisi perpuluhan ini di antara Israel yang kemudian diteruskan di dalam Gereja di dunia ciptaan-Nya. Di dalam jemaat pemahaman tentang perpuluhan juga berbeda-beda, yaitu ada yang memahaminya sangat penting supaya selalu diberkati secara berlimpah-limpah. Oleh sebab itu perpuluhan itu harus diperhatikan, tetapi ada juga yang beranggapan bahwa perpuluhan itu merupakan kewajiban yang harus diberikan kepada Allah sebagai ucapan syukur karena telah diselamatkan oleh Allah.
Berbicara mengenai perpuluhan, sangat perlu juga kita ketahui bahwa hal ini tidak hanya terdapat di kalangan umat Israel saja, melainkan juga terdapat di sekitar bangsa Israel itu sendiri, yang juga memiliki kesamaan tertentu. Namun kita juga tidak begitu saja menganggap itu sama dengan perpuluhan yang dilakukan bangsa non-Israel. Karena konsep perpuluhan yang dilakukan oleh bangsa sekitar mengandung pahala, yaitu memberikan perpuluhan supaya juga menerima imbalan yang lebih dari apa yang telah diberikan. Dalam Perjanjian Lama perpuluhan tidaklah dipahami seperti yang dipahami oleh bangsa sekitar. Perpuluhan diberikan kepada Allah karena Allah yang terlebih dahulu memberikan berkat-Nya atau memberikan yang terbaik kepada umat-Nya. Namun jikalau kita melihat pemahaman orang Kristen sekarang ini, sepertinya tidak ada bedanya dengan bangsa-bangsa yang non-Israel yang tidak mengenal Allah. Apalagi jika pemberian itu dilakukan karena takut mendapat hukuman yang kekal dari Tuhan. Di pihak lain juga takut tidak diberkati dalam setiap usaha ataupun pekerjaan yang dilakukan setiap harinya. Supaya diberkati Tuhan dalam setiap pekerjaan, maka harus memberikan perpuluhan kepada Tugan melalui Gereja. Jika kita memahami perpuluhan demikian, maka kita tidak ada bedanya dengan orang-orang yang tidak mengenal Yahweh, yaitu seperti bangsa-bangsa sekitar Israel. Dengan demikian melalui paper ini kita akan melihat makna perpuluhan menurut kitab Imamat 27:30-31.

LATAR BELAKANG SEJARAH
Kitab Imamat berasal dari sumber P karena berasal dari para imam (sumber Priester). Wahono mengatakan bahwa sumber P sama seperti sumber Yahwist dan Elohist yaitu menuturkan sejarah keselamatan Israel[1]. Kitab Imamat merupakan kitab ketiga dari kelima kitab Musa, dalam tradisi synagogue sesuai kebiasaan Timur Tengah dipakai kata pertama “wayyiqra’ (= ‘dan dia memanggil’). Penggunaan nama ini mengikuti kebiasaan-kebiasaan kuno di Timur Tengah yang sudah sangat lazim pada masa itu. Dalam Septuaginta terjemahan lama dari Perjanjian Lama ke dalam Bahasa Yunani kitab ini diberi nama “Leuitikon” dan oleh sebab itu, dalam bahasa Latin Vulgata disebut “Liber Liviticus”, ‘the Leviticus (Book)’ dan dalam bahasa Inggris juga disebut dengan “Liviticus” [2]. Dalam bahasa Misynah, kitab ini disebut dengan berbagai nama, yaitu hukum imam-imam (torat kohanim), buku imam-imam (sefer kohamim), hukum persembahan (torat haqqorbanim), nama-nama ini menunjuk kepada isi kitab itu[3]. Dalam bahasa Indonesia sepertinya lebih tepat, yang disebut Imamat, seabab bagian terbesar dalam kitab ini adalah mengenai para imam umat Israel, tugas dan kewajiban-kewajibannya[4]. Kitab ini ditulis kira-kira abad ke-5 (500-400 sM) [5]. Artinya kitab berasal pada masa pembuangan di Babel dan juga sesudahnya. Imamat pasal 27 menceritakan mengenai penebusan manusia, binatang dan tanah atau lading. Sehingga para ahli berpendapat bahwa bagian ini ditambahkan kemudian, karena di dalamnya diceritakan mengenai tahun Yobel seperti yang diceritakan dalam pasal 25:4, 5, 8-13[6].

PEMBAHASAN
a. Hakekat Perpuluhan
Apakah itu perpuluhan? Menurut Browning, perpuluhan adalah suatu persembahan dari pendapatan tahunan, yang dipisahkan untuk maksud-maksud keagamaan dan dikukuhkan oleh janji. Selain itu perpuluhan juga dikumpulkan untuk mempertahankan kehidupan imamat (Neh. 10:37-38). Persepuluhan tidak selalu dibayarkan dengan sukarela dan lunas (Mal. 3:8), sebelum pembuangan, raja-raja mengumpulkan perpuluhan dalam bentuk buah-buahan, atau ternak dan sebagian dari padanya ditimbun di Bait Allah (2 Taw. 5-6), selain itu juga, perpuluhan itu juga dipakai sebagai pajak untuk biaya pemeliharaan Bait Allah[7]. Dari situ kita melihat, bahwa perpuluhan itu berkaitan erat dengan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kasih dan kebenaran. Peraturan maupun ketetapan mengenai perpuluhan pada dasarnya memiliki sifat yang sama dengan peraturan, hukum dan ketetapan yang kita temukan dalam Perjanjian Lama, yaitu kebaikan, kasih, kebenaran dan keadilan Allah. Perwujudan perpuluhan adalad dilandasi oleh karena kasih dan kehendak Allah atas kehidupan umat-Nya. Menurut Barnabas Ludji, melakukan perpuluhan merupakan salah satu ekspresi iman yang bermaksud menyatakan pengakuan dan penyerahan diri yang utuh terhadap kebaikan dan kepemilikan Allah atas umat-Nya. Artinya pengakuan dan penyerahan diri itu mencakup sikap pasrah dan suka rela untuk memulihkan hubungan dengan sesama. Sehingga dengan demikian ketika seseorang mempersembahkan perpuluhan kepada Allah, maka melalui persembahan itu juga pengakuan dan penyerahan diri itu terwujud, dan ketika persembahan itu dimanfaatkan untuk kepentingan sesama atau lembaga. Semua itu tersimpul dalam kata-kata “pengampunan, kebaikan, kasih keadilan dan kebenaran kepada Allah”. Karena itu perpuluhan ini tidak ada bedanya dengan berbagai peraturan yang terdapat dalam kitab Taurat atau hukum yang lainnya.
Jika kita mengatakan bahwa perpuluhan ini sama dengan peraturan-peraturan yang lainnya yang terdapat dalam Taurat, maka kita harus memperlakukan seluruh teks Firman Tuhan dengan benar, konsekwen dan adil.

b. Asal-Usul Ketetapan mengenai Perpuluhan
[8].
Kita telah melihat dan mengetahui bahwa praktik perpuluhan ini tidak hanya kita temukan di kalangan bangsa Israel saja, melainkan juga kita temukan pada bangsa-bangsa yang ada di sekitar Israel itu sendiri. Namun yang penjadi pertanyaan bagi kita adalah apakah praktik perpuluhan yang berlaku juga dalam umat Israel itu diambil alih atau berasal dari bangsa-bangsa sekitar (non-Israel)? Tidak dapat dipastikan apakah perpuluhan itu dari bangsa-bangsa non-Israel atau bukan, karena tidak ada keterangan yang lengkap mengenai asal-usul dari perpuluhan ini. Kemungkinan prektik perpuluhan ini sudah sejak semula menyebar di daerah Timur Tengah Kuno pada umumnya. Dengan demikian bisa saja atau tidak menutup kemungkinan bahwa bangsa Israel mengambil alih praktik perpuluhan ini dari bangsa sekitar untuk menyatakan dinamika imannya kepada Yahweh. Namun yang pasti praktik perpuluhan yang dilakukan oleh bangsa non-Israel dengan bangsa Israel sangat berbeda secara hakiki, yang mungkin diberi makna yang baru oleh umat Israel. Karena kita tahu bahwa sebagian praktik keagamaan yang dilakukan umat Israel kepada Allah adalah diambil alih dari bangsa sekitar.
Ada kesan bahwa praktik perpuluhan ini dimulai dari keterangan yang terdapat dalam Kerjadian 28:22 dan Amos 4:4. Dari kejadian 14:20 dan 1 Sam. 8:15, 17, dari keterangan tersebut kita mendapatkan kesan bahwa praktik perpuluhan tidak hanya terjadi dalam kehidupan beragama. Tetapi juga dalam bidang kehidupan sosial-politik dan perekonomian. Dengan demikian sangat mungkin bahwa pada mulanya praktik perpuluhan ini dimulai dalam bidang kehidupan sosial-politik dan ekonomi. Karena dalam konsep kerajaan yang dipahami oleh bangsa-bangsa sekitar, bahwa seorang raja adalah berkuasa mutlak dan ia wajib mengambil hasil terbaik dari rakyatnya atau apapun yang berada di bawah kendalinya. Konsepsi mengenai raja yang berkuasa secara mutlak karena ketika seseorang menjadi raja maka ia dianggap sebagai manusia setengah dewa (titisan ilahi), bahkan disebut sebagai anak ilahi[9]. Itulah sebabnya Allah menginginkan agar umat-Nya menyadari hal itu yang sehubungan dengan bangsa Israel untuk memiliki seorang raja seperti bangsa-bangsa lain.
Umat Israel adalah umat yang hidup mengembara di padang gurun, artinya saya ingin mengatakan bahwa suku-suku gurunlah yang dekat dengan bangsa Israel, yaitu sama-sama mengembara seperti suku-suku Arabia, Semitis dan Kanaan ataupun bangsa-bangsa yang lainnya. Meskipun asal-usul dari perpuluhan ini sulit untuk ditentukan, tidak berarti membuat perpuluhan itu tidak penting, yang lebih penting adalah bagaimana kita sebagai umat pilihan-Nya dapat melakukannya dengan tujuan untuk memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan kasih, terutama kasih kepada Allah dan kepada sesama.

c. Tafsiran Teks Imamat 27:30-32
Jika kita baca pasal 27:9-10, yang mana di situ diceritakan bahwa semua orang yang membayar uang kepada imam di Bait Suci harus memakai syikel kudus, bukan uang lain (ayat 25; band. Matius 21:12, yang menyebutkan penukar-penukar uang di Bait Suci pada masa itu)[10]. Persembahan perpuluhan merupakan juga salah satu sebagai milik Tuhan. Persembahan perpuluhan dalam yang tercatat dalam Im. 27:30-31 merupakan kebiasaan yang sangat kuno sekali, yang sering dilakukan oleh beberapa bangsa dan sulit untuk menentukan asal-usulnya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Robert M. Paterson mengatakan, bahwa di Israel terutama sesudah pembuangan di Babel, persembahan perpuluhan dilakukan dilakukan untuk memberikan dukungan kepada para imam dan orang Lewi (Bil. 18:21 dan 24), hasil tanah yakni seperti buah-buahan bisa diganti dengan uang, dan orang bisa membayar nilai tambah seperlima (ayat 30-31). Jika kita perhatikan kata kudus yang menunjuk pada persembahan perpuluhan tidaklah berarti mahakudus, melainkan menunjuk kepada suatu benda yang dipersembahkan adalah benar-benar dikhususkan untuk Tuhan, yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan para imam atau untuk kepentingan umum lainnya. Seperti membantu atau mendukung para imam yang bertugas di Bait Suci. Artinya dari persembahan perpuluhan itu juga diberikan kepada keluarga para imam untuk keperluan rumah tangga mereka. Semuanya adalah milik Tuhan, artinya manusia tidak punya kebebasan untuk mengambil, menikmati hanya untuk keperluannya pribadi jika tidak diizinkan Tuhan. Tetapi karena Tuhan yang memberikan semua berkat yang yang umat-Nya perlukan, maka sebagai ucapan terimakasih atau ucapan syukur, hendaklah terungkap melalui persembahan perpuluhan yang diberikan kepada Tuhan untuk hormat dan kemuliaan-Nya. Jika demikian kita bertanya “apakah Tuhan memerlukan uang”? tentu tidak, Tuhan tidak pernah meminta apa-apa dari hasil jerih payah yang umat-Nya lakukan. Persembah perpuluhan yang kita berikan tersebut Tuhan tidak butuh, tetapi bagai manapun kita harus menyadari supaya mengucap syukur atas semua anugerah-Nya. Persembahan perpuluhan yang kita lakukan berguna untuk mendukung proses pelayanan bagi mereka yang terpanggil untuk memberitakan firman-Nya. Artinya persembahan perpuluhan yang dikumpulkan tidak hanya untuk kepentingan dalam Bait Suci tersebut atau untuk kepentingan Imam-Imam saja. Tetapi juga bisa dipergunakan untuk kepentingan bersama yang bisa dinikmati oleh orang banyak.
Ayat 32 : Istilah tongkat gembala merupakan hal yang tidak lazim lagi di kalangan orang Israel terutama di kalangan para gembala. Dalam bahasa Ibrani disebut dengan “sebet”, yaitu untuk menuntun domba pulang kekandang[11]. Tongkat yang tidak hanya berfungsi sebagai penghalau binatang buas, menarik domba yang jatuh dan mengendalikan domba yang ingin menyimpang kejalan lain. Tetapi tongkat juga berfungsi atau digunakan untuk menghitung jumlah ternak seperti: lembu atau kambing dan domba. Dengan demikian kita tahu apakah ada yang terhilang atau yang masih tersesat. Seorang gembala yang bertanggung-jawab terhadap ternaknya ia selalu bersikap teliti supaya tidak ada yang terabaikan. Ini juga melambangkan suatu tanggung jawab yang harus dilaksanakan manusia dengan sungguh-sungguh. Maksudnya seseorang masing-masing harus mempertanggung apa yang dia lakukan dan hasil yang ia miliki. Di atas telah dijelaskan bahwa bahwa persembahan perpuluhan ini adalah merupakan suatu aturan yang tidak berbeda dengan peraturan-peraturan lainnya. Namun hal ini sulit disadari oleh banyak orang ketika ia mencapai kesuksesan.

KESIMPULAN
Kita telah melihat bahwa persembahan merupakan hal yang sangat penting bagi orang Israel pada masa itu. Karena persembahan tidak hanya menyangkut atau berkaitan dengan bidang kehidupan keagamaan saja, tetapi juga erat kaitannya dengan sosial-politik maupun ekonomi. Persembahan persepuluhan seharusnya menjadi patokan minimum buat pemberian bagi orang Kristen. Selain itu sangat penting kita catatkan bahwa persembahan tidaklah memberikan jaminan keselamatan atau dipahami sebagai alat untuk memperoleh keselamatan dari Allah. Tetapi jadikan itu sebagai bukti bahwa kita adalah umat pilihan-Nya dan persembahan persepuluhan adalah salah satu bukti bahwa kita mengasihi Allah. Kristus telah menyelamatkan kita dari belenggu dosa, maka sebagai ucapan syukur kita untuk menyaksikan Injil-Nya kepada dunia ini, kita harus melakukan sesuatu yang bisa dilihat dunia. Salah satunya adalah melalui persembahan persepuluhan, misalnya memberi dukungan dalam hal pekabaran Injil. Persembahan persepuluhan tidak hanya bersifat memberikan dalam bentuk materi atau uang, tetapi senantiasa hidup dalam kebenaran, kebaikan, iman pengharapan dan kasih serta hidup dalam keadilan Allah. Dengan demikian ketetapan mengenai persembahan persepuluhan adalah wujud kasih dan kehendak Allah dalam kehidupan umat-Nya. Tujuan yang lain adalah bahwa persepuluhan juga merupakan salah satu dari sekian banyak persembahan. Persembahan persepuluhan merupakan salah satu ekspresi iman yang bermaksud menyatakan pengakuan dan penyerahan diri yang utuh terhadap kebaikan dan kepemilikan Allah atas umat-Nya. Pengakuan dan penyerahan diri itu mencakup sikap pasrah kepada pemilihan hubungan dengan Allah dan dengan sesama. Pengakuan melalui persembahan itu berwujud ketika seseorang mempersembahkan perpuluhannya kepada Allah, yang dimanfaatkan untuk kepentingan sasama atau suatu lembaga.
Artinya semua itu tersimpul dalam kata-kata, pengharapan, kebaikan, kasih, keadilan dan kebenaran Allah. Jika kita menyia-nyiakan kebenaran, keadilan, dan kasih Allah yang telah kita terima, maka hidup kita tidak ada bedanya dengan orang-orang Farisi. Satu-satunya Yesus berbicara mengenai persepuluhan adalah, Dia menganjurkannya sebagai “kewajiban”, kata yang digunakan adalah “seharusnya”. Oleh sebab itu, ketetapan mengenai persembahan persepuluhan ini tidak ada bedanya dengan berbagai peraturan dan ketetapan dalam hukum lainnya. Sebagai orang Kristen, hendaklah kita hidup lebih dari standar nilai yang ditentukan dunia. Artinya ada kualitas tertinggi yang ditawarkan Allah yang harus kita capai dan bukan kualitas yang ditawarkan oleh dunia, dan itulah esensi hidup sebagai umat Allah. Mengabaikan persepuluhan berarti mengabaikan kebenaran serta keadilan Allah.



Daftar Pustaka

Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Browning, W. R. F., Kamus Alkitab – A Dictionary Of The Bible (terj. Liem Khiem Yang dan Babbang Subandrijo), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), 2005.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid II (M-Z), 2004.
Harrison, R. K., Leviticus – An Introduction and Commentary, (Tyndale Old Testament Commentaries, editor umum. D. J. Wiseman,USA: Inter-Varsty Press Leicester, England, Downers Grove, Illinois, U.S.A., 1980.
Ludji, Barnabas, Diktat Kuliah HPL 4, Cipanas, 2007.
Noth, Martin, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965.
OFM, C. Groenen, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius,2005.
Paterson, Robert M., Tafsiran Alkitab - Kitab Imamat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Wahono, S. Wismoady, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.

[1] S. Wismoady Wahono, Di Sini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, hal 70-71.
[2] Martin Noth, Leviticus – A Commentary – The Old Testament Library, Philadelphia: The Westminster, 1965, hal 9.
[3] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), 2005, hal 428.
[4] C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama, Yogyakarta: Kanisius,2005, hal 115.
[5] Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996, hal 53.
[6] Tahun Yobel adalah perayaan setiap tujuh tahun, dan terutama setiap 50 tahun, setelah 7x7 tahun. budak-budak Yahudi harus dibebaskan dan tanah-tanah yang tergadai harus dikembalikan (Im. 25:8-13; band. Luk. 4:18-19). Hal tersebut mencegah terjadinya supaya tidak terjadinya perkembangan atau meluasnya perdagangan budak. Kata Yobel berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “terompet” yang ditiup untuk membuka tahun Yobel (lht. W. R. F. Browning, Kamus Alkitab –… 2007, hal 496; Ensiklopedi Jilid-II, 2004, hal 337). Selain hari pelepasan para budak juga sebagai hari peristirahatan atau perhentian atau tahun perhentian setelah 6 tahun masa tanam, pemeliharaan dan panen, tanah dibiarkan tidak ditanami selama 1 (satu) tahun. Tanaman yang sudah tumbuh sendiri di ladang dibiarkan atau diperuntukan bagi orang miskin dan sisanya bagi hewan (Kel. 23:11; Ul. 15:2-18).
[7] W. R. F. Browning, Kamus Alkitab – A Dictionary Of The Bible (terj. Liem Khiem Yang dan Babbang Subandrijo), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007, hal 353.
[8] Barnabas Ludji, Diktat Kuliah HPL 4, Cipanas, 2007.
[9] Pada zaman kuno, bangsa-bangsa yang ada di sekitar Israel sudah memiliki rajanya masing-masing. Biasanya bangsa sekitar memberikan yang dianggap paling terbaik kepada raja mereka, karena dia adalah anak ilahi yang berkuasa mutlak atas rakyatnya dan juga berkuasa atas apa yang dilakukan oleh mereka. Kemungkinan bangsa Israel juga melihat apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa sekitarnya. Oleh sebab itu mereka berusaha meniru atau melakukan seperti yang dilakukan bangsa sekitar. Terutama suku gurun, yaitu Arabia kuno.
[10] Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab - Kitab Imamat, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, hal 378-379.
[11] R. K. Harrison, Leviticus – An Introduction and Commentary, (Tyndale Old Testament Commentaries, editor umum. D. J. Wiseman,USA: Inter-Varsty Press Leicester, England, Downers Grove, Illinois, U.S.A., 1980, hal 238.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar