Selasa, 10 November 2009

TRADISI SUKU DAYAK

TRADISI/KEBIASAAN-KEBIASAAN
DALAM KEBUDAYAAN SUKU DAYAK SELAKO
DI KALIMANTAN (BORNEO)
oleh: Sugiman

I. Pendahuluan
Suku Dayak adalah penduduk asli pulau Kalimantan (Borneo) yang memiliki adat-istiadat lebih dari satu macam, serta kebiasaan-kebiasaan lainnya yang menyangkut kehidupan suku Dayak. Seperti bahasa, ritus/ritual, seni tari, simbolisme dan alam pikiran. Untuk itu dalam paper ini akan dibahas bagian-bagian penting dari, seperti tradisi lisan ritus saat panen padi, seni tari, simbilisme, alam pikir/ pandangan hidup suku Dayak dengan disertai satu contoh penerapan kontekstualisasi Injil Kristus dalam masyarakat kebudayaan mereka.

II. Pembahasan
A. Bahasa lisan
Dalam kebudayaan masyarakat suku Dayak, tradisi lisan memainkan peranan yang sangat penting. Stepanus Djueng mengatakan bahwa “tradisi lisan adalah landasan kesadaran diri dan otonomi suku bangsa ketika berhubungan dengan dunia luar”. Para orang tua wajib mendidik anak-anaknya untuk menceritakan garis keturunan mereka, serta kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan. Semuanya itu diceritakan/dituturkan dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Melalui tradisi lisan inilah jatidiri dan eksistensi mereka dibentuk. Perlu diketahui bahwa setiap suku Dayak memiliki “tradisi lisan” sendiri-sendiri dan bahkan ada yang lebih dari satu. Misalnya suku Dayak Simpang memiliki 20 jenis tradisi lisan, suku Dayak Kanayan memiliki 23 jenis, kesamaan lain juga dimiliki oleh suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah . Akan tetapi yang menarik adalah bahwa pada dasarnya semua itu memiliki asal-usul cerita atau corpus yang sama. Pener M. Kedit yang mengatakan “There are indications that some ethnic groups share common legends, folklores and adat customs through similar oral traditions” (1980). Sinaga juga mengungkapkan “identity is shared-common to a group” (1988).
Dengan demikian dapat diklasifikasikan bahwa suku Daya di Kalimantan memiliki kesamaan yang pada prinsip adalah sama. B.H. Hoed mengatakan, paling sedikit ada dua ciri khusus dari komunikasi lisan yang berkaitan dengan tradisi lisan, yaitu (a). Dikatakan dan didengar dan (b). Situasi tatap muka. Roger Tol dan Pudentia (1995) mengatakan bahwa “oral tradistions do not only contain folktales, myths and legends, but store complrte indigeneous cognate systems. To name a few: history, legal practices, adat low medication”. Tradisi ini juga menjadi penghubung generasi masa lalu dengan masa depan yang berkesinambungan seperti: pola pikir, perkataan sehari-hari dan perilaku secara individual maupun kelompok (bnd. J.J.Kusni, 1994). Meskipun dewasa ini generasi yang muda lebih asik membaca buku dibanding mendengarkan secara lisan. Karena pengaruh perkembangan zaman . Jadi komunikasi lisan dan tradisi lisan adalah sangat kompleks dan khususnya dalam kebudayaan suku Dayak.
B. Ritus/ Ritual Panen padi
Kebiasaan yang lain dari suku Daya adalah “Ngabayan” yang artinya adalah pesta penen . Pesta panen ini berlangsung selama 7 hari dan selama pesta itu berlangsung tidak ada yang boleh bekerja. Karena jika masih bekerja akan terkena tulauh ilahi, seperti sakit, dipagut ular berbisa, disengat kalajengking dan sebagainya. Fungsi yang lain adalah untuk mempererat hubungan kekeluargaan dalam kampung itu sendiri maupun dengan kampung yang lainnya. Tanpa diundang baik tetangga maupun kampung yang lain pasti datang dan makan bersama.
C. Seni Tari
“Ngoncong” merupakan salah satu tarian yang sangat disenangi oleh suku Dayak Salako. Selain sebagai seni juga mengandung makna religius karena setelah peserta itu menari maka ada jampi-jampi yang diyakini sebagai tanda untuk memperbaharui hubungan atau relasi dengan “Jubata” (Tuhan kesuburan bagi orang Dayak). Oleh sebab itu, ketika acara ini dilakukan banyak orang yang ingin mengikuti dan duduk pada tempat yang sudah disediakan, setelah itu ada persembahan sukarela yang harus diberikan dalam bentuk uang.
D. Simbolisme
Pada dasarnya masyarakat suku Dayak adalah suku pengembara yan hidup di alam bebas, yaitu memiliki kebiasaan hidup berpindah-pindah, membuat ladang berpindah-pindah. Sehingga tanpa disadari pengalaman hidup yang demikian akhirnya membentuk pola pikir dan karakter yang khas. Paradigma itu membawa mereka kepada suatu keyakinan atau membentuk spiritual mereka saat berinteraksi dengan alam. Kemudiaan interaksi tersebut dinyatakan lewat simbol-simbol alam yang diyakini memiliki kekuatan yang harus dihormati. Contoh: Burung tingang sebagai perwujudan penguasa alam atas Buaya diyakini sebagai penguasa sungai, beras sebagai komunikasi dengan “Jubata”, telur sebagai tanda perdamaian, pantak merupakan salah satu simbol untuk berbicara kepada kuasa atau kekuatan yang ada diluar manusia dan sebagainya. Simbol-simbol itu berperan sangat penting dalam pembentukan pola pikir atau paradigma dan karakter suku Dayak. Selain itu, orang Dayak juga sangat menyukai hidup berdampingan dengan keluarga yang lainnya. Maka tidak heran jika dalam tradisi orang Dayak dikenal adanya rumah panjang. Dalam rumah panjang inilah, para orang tua memberikan pengajaran atau didikan kepada anak-anaknya.
E. Alam pikir/ Pandangan hidup
Masyarakat suku Dayak meyakini bahwa diluar mereka ada kekuatan yang lebih besar dari kekuatan-kekuatan yang mereka miliki. Salah satunya adalah “Jubata” (Tuhan kesuburan) yang diyakini memlihara, memberkati dan sekaligus mengutuk jika tidak taat. Kepadanya harus diberikan sesajen atau persembahan sukur supaya ia tidak mengamuk atau tidak marah dan tidak mendatangkan malapetaka atas kehidupan keluarga mereka. Atau meninggalkan mereka pergi. Maka supaya diberkati khususnya dalam hal pertanian,yakni sebelum bertani terlebih dahulu memberi makan “Jubata” supaya ladang atau sawah mereka diberkati, dipelihara dari hama atau binatang-binatang hutan yang lain . Demikian juga saat panen padi, yaitu penyembahan kepada Jubata adalah hal yang terutama dan pertama dilakukan. Di samping itu masih ada banyak lagi kuasa-kuasa gelap lainnya yang diyakini oleh orang Dayak, namun kuasanya tidak lebih besar dari kuasa yang dimiliki oleh Jubata.
F. Contoh kontekstualisasi dalam kebudayaan suku Dayak
Di atas telah dipaparkan bahwa “Jubata” merupakan Tuhan yang diyakini oleh suku Dayak yang memiliki kuasa lebih besar dari dari manusia dan kuasa-kuasa yang lainnya. Artinya “Jubata” merupakan Tuhan tertinggi bagi bagi kepercayaan orang Dayak sehingga hanya kepadanyalah yang terutama mereka mempersembahkan hasil pertama yang terbaik karena berkatnyalah hasil itu ada. Dengan demikian kita melihat bahwa kebiasaan dan anggapan tersebut membuka pintu lebar bagi Injil untuk bertumbuh di dalamnya. Jika “Jubata” merupakan Tuhan tertinggi yang diakui dalam kebudayaan masyarakat suku Dayak di Kalimantan. Maka sekarang harus diperkenalkan secara kongkrit dan nyata bahwa “Jubata” tertinggi itu adalah Allah.Dia telah membebaskan umat Israel dari Mesir, kemudian menjelma menjadi Manusia yang hadir di dalam diri Yesus Kristus untuk menyelamatkan umat manusia dari lumpur dosa (berinkarnasi) (Yoh. 1:14). Karena kasih-Nya Ia rela mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia kemudian Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5-8). Maka secara kongkrit bahwa “Jubata itu adalah Kristus”. Artinya kulitnya tetap, tapi isinya yang diperbaharui atau di ganti dengan Injil Kristus.

III. Kesimpulan
Dari uraian di atas memperlihatkan kepada kita bahwa suku Dayak pada dasarnya adalah suku pengembara yang mirip dengan kedaan bangsa Israel pada saat di padang Gurun selama 40 tahun, yang step by step atau setahap demi setahap menuju masa perkembangan (modern). Demikian juga dalam suku Dayak. Pola pikir atau paradigma dan karakter mereka dibentuk dalam pengembaraan, baik itu kebiasaan-kebiasaan, kesenian-kesenian, keyakinan (spiritualitas) dan sebagainya, serta pola pikir mengenai eksistensi mereka. Maka sangat sulit untuk melepaskan mereka dari kebiasaan-kebiasaan itu. Oleh sebab itu diusulkan untuk satu contoh kontekstualisasi, supaya Injik Kristus terasa, yaitu “Jubata= Kristus”. Memperkenalkan Kristus sebagai Jubata yang nyata, yang menebus dosa manusia dan yang memperbaharui kebudayaan mereka juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar