Selasa, 09 Februari 2010

Injil Lukas dan Kisah Para Rasul: Kemuridan

Oleh: Sugiman

Karya Allah dalam diri Kristus menuntut suatu tanggapan, dan sama gamblangnya dengan para penulis Injil lainnya Lukas menyatakan bahwa orang harus memberikan tanggapan. Lukas menjelaskan cara yang di mulai dengan pertobatan dan ini harus dilakukan dengan sepenuh hati. Agama Kristen sebagai “jalan Allah” , Lukas memandang kekristenan sebagai suatu cara hidup yang menyeluruh, bukan sekedar sebagai sarana pemuasan dorongan-dorongan religius belaka. Mengikut Yesus memerlukan kebulatan hati, Lukas menyatakan dengan tegas tanggapan ini dibandingkan Injil-injil lain. Sebab para calon murid harus menyangkal diri dan memikul salib yang dilakukan setiap hari.
Beberapa ajaran Yesus tentang kemuridan dalam Injil Lukas adalah:
 menjadi murid Yesus berarti mengasihi-Nya sedemikian rupa, sehingga kasih duniawi yang terbesar sekali pun tampak bagaikan kebencian, bila dibandingkan dengan kasih untuk-Nya itu.
 menentukan para calon murid dengan mengajukan pertanyaan: (1) “Dapatkah engkau memenuhi tuntutan menjadi seorang murid?”. (2) “Dapatkah kamu menolak menjadi murid?”
 kegiatan yang harus dijalani, adalah (1) segala sesuatu dilakukan dihadapan hadirat Allah sebagai bentuk pertanggungjawaban. (2) menyadari bahwa kemuridan itu menyangkut seluruh kehidupannya dan bukan hanya beberapa aspeknya.

Pola Kehidupan
 Paulus menjadi contoh pola hidup orang Kristen, karena Paulus taat (Kis 26:19) kepada Kristus dengan giat bekerja untuk Allah. Tanggapan yang diharapkan Lukas dari semua orang yang mau menyatakan diri sebagai pengikut Kristus adalah berbalik kepada Tuhan (Kis 3:19) dengan menjadi “hamba” Allah, mencari Dia (Kis17:27), dan takut akan Dia (Kis 10:2) serta memuji dan memuliakan Allah (Kis 12:23).
 Paulus percaya kepada Allah (Kis 27:25), iman sangat penting bagi Lukas. Iman sering dihubungkan dengan penyembuhan. Injil Lukas sering menyatakan “Imanmu telah menyelamatkan engkau” (7:50) dan iman “dalam nama Yesus” (Kis 3:16).

Universalisme
Lukas menyatakan bahwa keselamatan dalam Kristus itu terbuka bagi semua orang dari segala ras, dan kota Yerusalem sebagai klimaks dari karya keselamatan Allah. Ia menekankan peranan Yerusalem dan juga segala sesuatu yang bersifat Yahudi sebagai dasar agama Kristen.
Semua bangsa termasuk dalam lingkup keselamatan, yaitu seluruh dunia orang-orang dari Timur dan Barat, dari Utara dan Selatan.
Kepada orang-orang yang tersisih dan orang-orang yang belum percaya, seperti orang-orang Samaria.
Perhatian Lukas kepada universalisme Injil tidaklah terbatas pada lingkup nasional dan geografis saja tetapi orang dari segala bangsa masuk ke dalam lingkup aktivitas Kristus yang menyelamatkan itu dan juga penting bahwa Injil disampaikan kepada kelompok orang yang dalam hal tertentu dirampas hak-haknya.

Kaum Wanita
Kaum wanita dianggap lebih rendah daripada kaum pria. Dalam kebudayaan Yahudipun terjadi hal demikian. Kedudukan wanita dianggap lebih renah. Wanita wajib setia kepada suaminya, tetapi dia tidak dapat menuntut hal yang sama kepada suaminya. Menurut Jews Encyclopedia, wanita Yahudi tidak dapat menjadi saksi di pengadilan, mereka dianggap sama dengan orang-orang rendah dan mereka tidak ikut dalam kelompok yang menumpangkan-tangan ke atas binatang yang akan dikurbankan. Para rabi tidak menerima wanita sebagai murid. Mereka menganggap sebagai perbuatan dosa ketika mereka mengajar seorang perempuan. Dalam dunia Yunani dan Romawi, sebelum wanita itu menikah, maka ia akan tetap berada di bawah perwalian ayahnya ataupun sanak saudaranya yang laki-laki. Seorang wanita yang sudah akan tunduk di bawah kekuasaan suaminya. Kalau ia tidak dapat memuaskan suaminya, maka ia dapat dikembalikan ke keluarganya atau ke suami lainnya. Di Roma, kedudukan wanita lebih baik walaupun kedudukannya masih tetap lebih rendah daripada pria.
Sikap kristiani lebih terbuka terhadap kaum perempuan. Ini terlihat ketika Yesus mengajar para wanita. Misalnya Maria dan Marta. Sekelompok wanita juga mengiringi perjalanan-perjalanan Yesus. Di sini kita dapat melihat bahwa pandangan Yesus berbeda dengan pandangan orang-orang lain.
Injil Lukas dibuka dengan kisah masa kanak-kanak Yohanes pembabtis dan Yesus. Sudah tentu Injil ini memberi banyak perhatian terhadap para wanita. Misalnya saja: Elisabeth dan Maria, Hana dan janda Nain dengan anak tunggalnya yang dibangkitkan. Lukas juga mengisahkan tengtang wanita bungkuk yang tidak dapat menegakkan tubuhnya, namun pada suatu kali ketika hari Sabat, ia mendapat berkat. Kisah wanita yang bungkuk ini hanya terdapat dalam Injil Lukas. Mungkin hanya Lukas juga yang mengisahkan seorang wanita yang menangis di kaki Yesus ketika Yesus sedang makan di rumah orang Farisi. Lukas dan Markus juga mengisahkan tentang persembahan janda miskin. Ini dapat kita pandang sebagai perhatian Lukas kepada kaum wanita (Luk.21:1-4). Lukas juga menyebutkan beberapa wanita yang bukan Kristen seperti Kandake ratu Etiopia, Drusila isteri wali negeri Feliks. Melalui injil Lukas kita ditolong untuk meelihat perubahan-perubahan luar biasa pada status wanita yang diadakan oleh agama Kristen. Tidak ada penulis PB lain yang lebih jelas menerangkan status kau wanita. Kita juga dapat melihat ketika para rasul melarikan diri ketika yesus ditangkap, tetapi beberapa wanita hadir ketika Yesus disalibkan. Di dalam Alkitab, wanita memiliki peranan penting. Begitu juga dalam jemaat mula-mula, ketika Pentakosta. Disebutkan tidak hanya laki-laki yang percaya, tetapi juga perempuan.

Anak-anak
Bagi dunia kuno dan para guru besar khususnya tidak menganggap anak-anak itu berarti. Tetapi Yesus memberikan perhatian yang luar biasa terhadap anak-anak. Hal ini dicatat oleh Lukas, Matius dan Markus. Ia mengisahkan dibangkitkannya anak perempuan Yairus dari antara orang mati (8:41-56). Lukas juga menceritakan tentang seorang yang anaknya sering mendapat serangan penyakit (9:38-43). Rincian yang sama juga terdapat dalam cerita dibangkitkannya janda Nain (7:12).lukas juga mengisahkan tentang anak yang diambil oleh Yesus untuk mencari seorang anak. Lukas menyelipkan satu ayat tentang anak-anak. Ketika dia mengisahkkan episode tentang seorang yang temannya datang tengah malam untuk meminjam roti. Orang itu enggan meminjamkan dan mengajukan keberatan-keberatan;pintu sudah terkunci dan anak-anak sudah tidur bersamanya. Dalam kehidupan nyata, perhatian Lukas ini dapat kita lihat belakangan dalam kisah-kisah tentang anak-anak Tirus yang bersama dengan ibu mereka untuk menghantar Paulus yang akan berangkat (Kis.21:5). Melalui perhatiannya yang sangat istimewa kkepada anak-anak, Lukas mengarahkan perhatian kita kepada aspek universalisme yang terkandung dalam pemberitaan Kristen. Baik dewasa maupun anak-anak berharga di mata Allah.

Kaum Miskin
Lukas mempunyai perhatian khusus kepada kaum miskin. Ia memakai kata ptochos, “miskin” sepuluh kali, sedangkan Matius dan Markus hanya lima kali. Selanjutnya Lukas memakai kata plousious sebelas kali, sementara Matius dan Markus masing-masing sebanyak tiga dan dua kali. Kebanyakan ia memakai kata “kaya” untuk mengingatkan orang akan bahaya kekayaan, sehingga istilah itu cocok kalau dipakai bersamaan dengan kata “miskin.” Hal pertama yang disebutkan di sini tentang pelayanan Yesus adalah bahwa pelayanan-Nya itu diperuntukan bagi kaum miskin. Hal ini terungkap juga pada jawaban Yesus kepada para utusan Yohanes pembaptis (7:19). Yesus menjawab dengan mengingatkan orang pada karya-karya belas-kasihan-Nya, ketika Ia memberikan penglihatan kepada orang buta, lalu sebagai puncaknya Ia berkata “kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (7:22). Itulah yang membuktikan kebenaran bahwa Mesias dari Allah benar-benar sudah datang.
Ucapan bahagia pertama dalam injil Lukas berbunyi “Berbahagialah kamu hai orang miskin” (6:20). Tidak mudah memahami bagaimana Yesus bisa menyebut orang bahagia karena sesuatu yang tidak mereka pilih sendiri, bahkan yang berusaha mereka hindari. Kata-kata Yesus mau mendorong semangat orang-orang yang telah meninggalkan segala sesutu untuk mengikuti-Nya. Jelas mereka itu miskin karena dunia ini menilai tinggi kekayaan, namun itu bukanlah pertimbangan yang paling penting. Meskipun mereka miskin, mereka diberkati secara melimpah. Kepada orang miskin semacam itulah seluruh pelayanan Yesus ditujukan. Sangat jelas bahwa Lukas menaruh perhatian luas biasa kepada orang miskin, mereka muncul dalam perumpamaan-perumpamaannya. Jadi perhatian istimewa Lukas kepada orang miskin merupakan ciri karyanya. Hal itu menggarisbawahi pentingnya sikap yang tepat di hadapan Allah dan mudahnya kekayaan material menjauhkan orang dari Allah.

Orang yang dipandang Hina
Ajaran Lukas tentang universalisme tampak dari cara dia mengungkapkan kebenaran bahwa Kristus membawa keselamatan bagi orang yang dipandang hina di dunia ini. Dalam Lukas orang-orang yang dipandang hina adalah pemungut cukai (18:9-14), pelacur (7:37-50) dan sejumlah perumpamaan dalan injil (7:41-42; 12:13-21; 15:11-32; 16:1-12; 18:1-8). Jelas Lukas tidak peduli dengan pola-pola kebenaran yang konvensional. Ia benar-benar menyadari bahwa Yesus ingin sekali menyelamatkan orang-orang berdosa dari dosa-dosa mereka dan bahwa Ia sering bergaul dengan orang-orang yang dihukum dan ditolak oleh pemuka agama waktu itu. namun hidup berdosa bukanlah jalan Kristen. Lukas mau menjelaskan kepada kita bahwa ada harapan bagi orang jahat dan yang paling dihina masyarakat. Para pengikut Yesus tidak boleh putus asa pada siapa pun.

Individu
Di mata banyak orang yang memandang secara positif mengenai individual. Karena pribadi orang mempunyai kehendak dan dorongan menuju kebebasan yang harus dijinakan. Karena jika tidak, individu akan membahayakan masyarakat. Namun tidaklah demikian dengan Lukas. Injil adalah suatu berita agung, suatu berita untuk diterapkan secara universal. Meskipun ia menganggap agama Kristen itu agung, Lukas tidak pernah lupa akan pentingnya tiap individu. Ia bercerita kepada kita tentang banyak individu yang tidak kita temukan di lain tempat. Lukas menceritakan mengenai banyak orang yang tidak kita kenal kalau tidak melalui dia, contohnya saja; janda dari Nain yang anak tunggalnya meninggal, Maria dan Martha, Zakheus dan kedua murid dalam perjalanan ke Emaus, dan masih banyak lagi. Menyebutkan secara terperinci semua orang yang disebutkan oleh Lukas berarti membuat suatu daftar yang sangat panjang.
Sudah jelas bahwa Lukas menaruh perhatian besar pada individu-individu, baik yang mendukung kepercayaan Kristen maupun yang menentangnya denagn gigih. Ia sadar betul bahwa di hadapan Allah orang yang paling hina dari antara jemaat-Nya pun mempunyai arti penting.

Doa
Donald Guthrie mengatakan bahwa doa tidak terpisahkan dari prinsip-prinsip iman Kristen. Karena betapa pentingnya doa, maka tepat jika Ronnie W. Floyd mengatakan bahwa “tidak terhitung banyaknya cerita-cerita tentang bagaimana para pendoa ini membaktikan hidup mereka dengan berseru kepada Tuhan”. Jika kita melihat dalam pemberitaan Paulus, ia juga memandang pentingnya doa “mengucap syukur”. Demikian juga dalam tulisan-tulisan Lukas yang melihat doa sebagai aktivitas yang sangat penting orang percaya. Ia menyebut doa dengan istilah “proseuche”, di samping itu Lukas juga menggunakan istilah “deesis” untuk menyebut doa. Kedua istilah ini digunakan Lukas untuk menekankan pentingnya “doa”. Karena melalui Kristus Allah telah melaksanakan karya pentelamatan, maka sebagai konsekuensinya bagi orang percaya adalah bahwa kekuatan dan kebijaksanaan yang dibutuhkan supaya senantiasa dapat menjalani hidup Kristen bersama Allah. Yesus juga berdoa berdoa dalam melaksanakan tugas pelayanan-Nya dan bahkan secara intendif hal itu dilakukan-Nya saat menghadapi krisis (Luk. 3:21; 5:16; 6:12; 9:18, 28-29; 10:21-22; 11:1; 22:41-45; 23:46). Yesus juga mengajar para murid (Luk. 11:1-4) dan menasihatkan mereka untuk berdoa (Luk. 22:40, 46). Doa tidak hanya bersifat pribadi (berdoa gukan hanya untuk kebutuhan sendiri), tetapi saling mendoakan karena doa yang sejati tidak bersifat egoistis.

Sukacita Bagi Dunia
Lukas memandang bahwa agama Kristen sebagai suatu kepercayaan yang memenuhi seluruh kehidupan dengan sukacita, apapun yang dibuatnya. Bo Reicke mengatakan “ tidak ada penulis Injil atau penulis Perjanjian Baru lain yang lebih sering membicarakan tema sukacita dibandingkan Lukas. Ia kadang-kadang sama dengan penulis Injil Sinoptis lainnya; namun ia “juga berbicara tentang sukacita di banyak nas lainnya dan jauh melampaui penulis Perjanjian Baru lainnya yang sering memakai kata “sukacita”. Perhatian Lukas mengenai “sukacita” itu terlihat dalam Injilnya, yaitu mulai dari awal hingga akhirnya berbicara panjang lebar mengenai sukacita demikian juga dengan sukacita yang dibicarakan dalam Kisah Para Rasul, seperti yang dialami oleh Barnabas ketika di Antiokia (Kis. 11:23), Paulus ketika berada dalam penjara di Filipi juga bersukacita (16:25) dsb. Lukas memperlihatkan alasan yang mendasar mengapa mereka bersukacita, yaitu baik yang dalam Injilnya maupun dalam Kisah Para Rasul. Sukacita yang keluar yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang mendalam dengan penuh ucapan syukur itu terungkap secara spontanitas ketika mendengar kedatangan Sang Juruselamat. Dengan demikian orang memuliakan dan memuji Allah karena karya keselamatan dan kebaikan-Nya.

Katolisisme Awal
Menurut para ahli Lukas adalah penggerak pertama yang melakukan perubahan apa yang disebut dengan katolisme awal dan kadang-kadang dalam pross tersebut menyelewengkan atau menghilangkan ajaran-ajaran penting dari agana Kristen mula-mula. Dalam banyak diskusi soal eskatologi sering sekali muncul dalam pandangan Kasemann katolisme awal sudah terbentuk pada saat pengharapan bahwa parousia akan terjadi dalam waktu dekat sudah lenyap. Jemaat pertama dahulu hidup terus-menerus dalam pengharapan bahwa Yesus bisa datang setiap saat, suatu pengharapan yang menghapuskan sama sekali kebutuhan akan institusi. Akan tetapi bagi Lukas, gagasan bahwa Yesus akan segera kembali sudah menjadi kabur; ia lebih memperhatikan suatu kehidupan jemaat yang sudah mapan, sebagaimana ditujukan dalam sejarah awal jemaat yang ditulisnya. Dalam pandangan ini keselamatan itu merupkan suatu harapan yang baru akan terlaksana pada masa depan; keselamatan itu ditunda sampai pada parousia yang masih jauh.
Terhadap pandangan ini kita bisa mengajukan beberapa pandangan. Ide bahwa jemaat yang mula-mula dulu setiap hari hidup dalam pengharapan akan kedatangan kembali Kristus tidak mempunyai dasar yang kuat yang mau diyakinkan kepada kita oleh para pengikutnya. Tidak ada petunjuk apa pun yang menyatakan bahwa tiap orang percaya berpendapat bahwa pemberitaan injil harus berhenti pada waktu Yesus naik ke surga. Orang selalu berpikir ada masa selang, tetapi berapa lama selang itu tidaklah diketahui orang.
Kedua, sebagaimana yang dilukiskan Lukas, jemaat tidak menempatkan keselamatan pada suatu masa depan yang masih jauh, tetapi memandangnya sebagai realitas masa kini. Roh Kudus aktif bekerja di tengah orang-orang beriman, dan Kisah Para Rasul sangat mengagumi makna penting dari kegiatan Roh itu. selain itu jemaat selalu menoleh ke Kalvari. Karena para penulis PB melihat bahwa berita tentang salib sangat penting.

Eskatologi
Orang-orang yang memandang Lukas sebagai salah seorang pembentuk katolisisme awal kurang begitu memperhitungkan perhatian Lukas pada eskatologi. Menurut Kasemann, usaha Lukas untuk menulis sejarah agama Kristen sebagai sejarah sekuler “menjadi mungkin hanya jika eskatologi Kristen yang mula-mula, yakni kekuatan dinamis dari pewartaan Perjanjian Baru memudar”. Padahal jika kita melihat kalimat yang dicatat oleh Lukas sangat jelas bahwa ia mengakui eskatologi. “Kapak sudah tersedia pada akar pohon” (3:9), “Kerajaan Allah sudah dekat padamu” (10:9), jika pemberitaan itu tidak diterima maka debu kota itu harus dikebaskan dari kaki mereka di depan penduduknya sambil berkata “Tetapi ketahuilah ini: Kerajaan Allah sudah dekat” (10:11); Kerajaan Allah ada “di antara kamu” (17:21) . Selanjutnya Lukas memuat ungkapan “Hendaklah kamu sama seperti otang-otang yang menanti-nantikan tiannya...” (12:39) ini memiliki paralel dengan Matisu, tetapi jelas banyak hal yang dicatat oleh Lukas tidak dicatat oleh Matius. Ini memberi kode kepada kita bahwa Lukas bisa jadi memiliki pandangan sendiri tentang eskatologi. Lebih lanjut lagi pengenai pesta perjamuan (14:15). Menurut pemahaman Yahudi perjamuan mesianis merupakan bagian integral dari gambaran tentang eskatologi, jadi ketika Yesus berbirara tentang perjamuan malam, bisa jadi yang ada dalam pikiran-Nya adalah sesuai dengan paham orang Yahudi. Inilah yang dikatakan Bo Reicke, bahwa “Perjamuan hanyalah titik tolak untuk merefleksikan eskatologi. Jika demikian berarti sebagian para ahli yang menilai, bahwa Lukas mengabaikan eskatologi adalah sebuah kesalahan. Justru pandangan mereka sendiri itulah yang menutup mata mereka sehingga tidak dapat melihat bahwa Lukas mempunyai cara bekerja tersendiri. Artinya sudah pasti Lukas mengakui bahwa Yesus berbicara mengenai parousia, sebab ia memasukan juga ucapan: “Pada waktu itu orang akan meliahat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya (21:27). Karena bagi Lukas bagaimana pun eskatologi itu adalah penting. Dan dia tidak mau para pembacanya mencampuradukan eskatologi dengan peristiwa lain dalam sejarah manusia.

Firman
Lukas mengawali Injilnya dengan menyebut “saksi mata dan pelayan Firman (1:2). Selanjutnya ia menyebut “firman Allah” sebanyak 4X dan 3X lagi ia memakai kata “firman”, jalas yang dimaksudkan adalah firman Allah. 1X ia memakai “firman Tuhan”. Dalam Kisah Para Rasul penyebutan di atas lebih meningkat lagi, yaitu “firman Allah” disebut 13X, “firman Tuhan” 10X, “firman” sendiri 13X, selanjutnya juga ada sebutan “firman kasih karunia” dan masing-masing 1X, selanjutnya ada sebutan “firman keselamatan ini” (LAI: “kabar keselamatan” Kis. 13:26) dan “firman Injil ini”. Dari sekian banyak penyebutan di atas ingin menunjukan bahwa ini adalah suatu cara yang digunakan Lukas untuk menekankan pentingnya “firman”. Selain itu Lukas juga ingin mengatakan bahwa apa yang ia tuliskan dalam Injilnya adalah kebenaran yang harus diketahui oleh pembacanya (1:4). Dia menjelaskan bahwa ia telah meneliti segala sesuatu dan menyebut adanya saksi mata (ay.2). Dengan kata lain bahwa apa yang diberitakannya adalah cerita yang benar-benar/ sungguh-sungguh asli dan bisa dipercaya mengenai apa yang diimani orang tentang Yesus. Dengan demikian para pengajar Kristen harus berpegang teguh pada ajaran-ajaran tradisional, jika mereka mau diterima sebagai ajaran yang asli tentang Yesus.

Kesimpulan
Di dalam diri Kristus Allah telah melaksanakan karya penyelamatan yang menyeluruh atau bersifat total dan karya itulah yang menjadikan kita murid-murid Kristus. Akan tetapi menjadi tidak berhenti di situ, yaitu duduk diam serta menikmati keselamatan yang besar itu tanpa tanggapan. Melainkan penulis Injil Lukas sama dengan penulis Injil lainnya yang menekankan pentingnya respons terhadap karya penyelamatan Allah yang besar, yang telah dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus di kalvari.

Tanggapan
Secara keseluruhan pembahasan pada topik Injil Lukas dan Kisah Para Rasul sudah cukup baik. Artinya kekuatan dan kelemahan atau keunggulan dan kekurangan dari setiap penulis buku itu tetap ada. Kekuatan dan kelemahan dari buku ini, terutama mengenai topik pembahasan di atas adalah pembelaan habis-habisan terhadap pola pikir, metode-metode yang dilakukan Lukas mengenai kemuridan. Artinya penulis Injil Lukas memiliki nilai lebih yang sebenarnya tidak pernah diperhatikan oleh para ahli lainnya. Kelemahannya adalah buku ini tidak memperlihatkan atau menyoroti efek dari pemberitaan Lukas, yaitu seperti apa respons perama dari pembaca Injil Lukas.

1 komentar: