Selasa, 09 Februari 2010

“Yesus Pelaku Kasih Yang Radikal” Matius 12:1-21

Oleh: Sugiman
Pengantar
Secara umum para ahli tafsir PB mengatakan, bahwa Injil Matius ditulis sekitar tahun 80-an M (abad pertama) di Antiokhia-Siria. Artinya sesudah Bait Allah di Yerusalem dihancurkan oleh tentara Romawi pada tahun 70 M. Saat itu banyak orang Yahudi yang meninggal akibat peperangan pada masa itu. Hancurnya Bait Allah di Yerusalem berarti hancurnya pusat kehidupan religius, sosial, politik dan ekonomi orang Yahudi. Jika tahun 80-an, berarti jemaat Kristen telah berdiri sekitar 50 tahun setelah kematian Yesus dan sekitar 10/15 tahun setelah Yerusalem dihancurkan. Berkuasanya kerajaan Yunani-Romawi, menjadikan hidup orang Kristen-Yahudi menderita. Hare dalam bukunya “Jewish Presecution Of Christian” mengatakan bahwa orang Kristen saat itu mengalami penganiayaan dari bangsa-bangsa lain. Mungkin inilah yang menyebabkan penulis Matius mengutip pernyataan Yesus ketika mengecam beberapa kota (lht. 11:20-24). Kehidupan orang Kristen-Yahudi saat itu membentuk kelompok-kelompok untuk bisa bertahan hidup. Perhatikan ungkapan “marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (11:28). Ungkapan ini memperlihatkan betapa menderitanya orang Kristen saat itu, namun serentak dengan itu penulis juga memperlihatkan kepedulian dan belaskasihan Yesus kepada semua orang. Masalah lain yang dihadapi oleh orang Kristen-Yahudi adalah mengenai penganiayan yang tersebar luas denagn memanfaatkan kesempatan ini. Kelompok orang-orang Yahudi yang masih hidup, terutama para pemimpin agama yang berhasil meloloskan diri, seperti ahli-ahli Taurat yang mulai membedakan secara tajam aliran yang benar dan yang sesat termasuk di antaranya adalah orang Farisi. Atau yang biasa disebut kelompok “Law Observant”. Inilah yang melatarbelakangi penulis Matius mengangkat masalah pertentangan antara Yesus dan orang Farisi atau penolakan orang Farisi terhadap Yesus. Namun di sisi yang lebih khusus adalah Matius ingin memperlihatkan bahwa Yesus adalah pelaku kasih yang radikal. Itu terbukti ketika kita memperhatikan ungkapan berbahagia dalam khotbah di bukit, muzijat-muzijat yang dilakukan Yesus, pengutusan para murid, kecaman atas beberapa kota, ajakan kepada mereka yang letih lesu dan berbeban berat serta perkataan-Nya bahwa “Manusia jauh lebih berharga dari pada domba” (12:12). Oleh sebab itu, saya memberi tema Matius 12:1-21 adalah “Yesus Pelaku Kasih Yang Radikal”.

Pembahasan Teks Matius 12:1-21
Teks Matius 12:1-21 pastilah sebuah respons atau reaksi dari mereka yang merasa tersaingi dan yang tidak suka pada pengajaran dan perbuatan Yesus. Perhatikan kalau orang bersaing apapun caranya pasti dilakukan. Jika hanya sebatas bersaing secara sportif untuk mencapai sesuatu demi kebaikan itu adalah wajar. Namun persaingan akan menjadi tidak wajar jika disertai maksud negatif untuk mencelakakan orang lain. Tetapi yang lebih berbahaya adalah ketika seseorang merasa tersaingi. Kenapa? Karena mereka yang merasa tersaingi biasanya mengalami konflik dengan dirinya-sendiri atau tidak bisa menerima dirinya-sendiri.
Dalam bagian ini penulis Matius memperlihatkan sebuah perdebatan panjang antara Yesus dan orang Farisi tentang hari. Perdebatan ini tentu sangat panjang, paling tidak ada 3 setting (tempat) yang berbeda dalam teks ini, yaitu di di ladang Gandum (12:1-8), di Bait Allah (12:9-15a) dan di luar Bait Allah (12:15b-21). Maka teks ini juga dibagi dalam 3 bagian:
1. Ayat 1-8 : berisi perdebatan Yesus dan orang Farisi tentang perbuatan murid - murid-Nya pada hari Sabat.
2. Ayat 9-15a : mengenai boleh tidaknya menyembuhkan orang pada hari Sabat dan rencana kejahatan orang Farisi pada Yesus.
3. Ayat 15b-21 : respons orang banyak terhadap pengajaran Yesus dan penjelasan mengenai Yesus yang disejajarkan dengan Hamba Tuhan yang ada dalam Yesaya 42:1-4.

1. Matius 12:1-8
Dalam ayat 3 dan 5 kita menemukan frasa “tidakkah kamu baca”. Frasa ini mengindikasikan, bahwa bagi Yesus orang Farisi tidak mengerti isi hari Sabat yang sebenarnya. Tidak mengerti dalam arti tidak melakukan Sabat itu sendiri. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika hari Sabat sering dibebankan hanya kepada orang lemah saja, makanya belas kasihan terabaikan. Hari Sabat yang adalah anugerah yang kudus yang diberikan Allah, namun diubah oleh ahli-ahli Taurat dan orang Farisi sehingga menjadi suatu tugas yang berat. H. Danby dalam bukunya “The Misnah” mengatakan ada 39 macam pekerjaan yang dilarang pada hari Sabat, salah satunya adalah memetik Gandum seperti yang dilakukan oleh murid-murid Yesus. Yesus menjawab kritikan orang Farisi dengan mengutip dua cerita yang cukup kuno, yaitu tentang Daud bersama pasukannya yang sedang kelaparan dan makan roti meja sajian yang sebenarnya tidak boleh dimakan. Tetapi karena mereka sangat kelaparan sehingga dimakan (lht. (1 Sam. 21). Cerita ini Matius kutip dari Mark, tetapi Matius menghilangkan nama Imam Agung Abyatar dari cerita Mark 2:26 yang adalah Abimelekh. Kemudian kutipan cerita kedua yang tidak ada dalam Markus tentang imam-imam yang bekerja di Bait Allah pada hari Sabat namun tidak bersalah. Kedua cerita yang dikutip Yesus sebagai alasan yang sangat kuat untuk mebenarkan dan menyamakan perbuatan murid-murid-Nya dengan Daud dan imam-imam. Bagi Yesus, jika Daud beserta rombongan dan para imam boleh, mengapa Dia tidak?
Dalam ayat 6 Yesus mengatakan bahwa “ada yang melebihi Bait Allah”. Sekarang kita mau melihat seberapa penting Bait Allah bagi orang Israel? Bait Allah adalah melambangkan kehadiran Allah ditengah-tengah umat-Nya. Oleh sebab itu, ketika Bait Allah dihancurkan, maka kehidupan religius, sosial, politik dan ekonomi mereka juga hancur, sehingga tidak heran banyak orang yang putus harapan. Di Bait Allah mereka mendengarkan Firman Allah, mereka berkumpul, mempersembahkan segala bentuk korban persembahan dan di sana juga mereka bisa berdoa, beribadah untuk berkomunikasi dengan Allah. Sehingga ketika Yesus mengatakan bahwa diri-Nya melebihi Bait Allah, maka sebenarnya Yesus ingin mengatakan Allah hadir di dalam Dia, tetapi kenapa kamu tidak mau mendengarkan Aku? Sangat sulit untuk diterima bagi orang Yahudi. Yang ada hanya Yesus dianggap sebagai pemberontak. Yesus mengatakan kepada mereka, “jika memang kamu mengerti maksud Firman tentu kamu tidak mengabaikan “Belas kasihan dan bukan persembahan” (12: 7).
Kemudian ayat 8 Yesus mengatakan bahwa “Anak Manusia adalah Tuhan atas hati Sabat”. Dalam PL sebutan “Anak Manusia” disebut Ben-Adam yang paralel dengan Bar-nasya dalam bahasa Aram, yang biasa digunakan untuk orang dan bukan untuk gelar. Biasanya bila seorang guru yang ingin bercerita memulainya dengan “ada seorang anak manusia”. Itu mengindikasikan, bahwa Yesus menggunakan sebutan “Anak Manusia” tidak sebagai gelar melainkan untuk menunjukan bahwa Ia lebih manusiawi. E.F. Scott dalam bukunya “The Kingdom And The Messiah” mengatakan bahwa sebutan “Anak Manusia” yang digunakan Yesus bertujuan untuk menyatakan bahwa Diri-Nya adalah wakil seantero manusia, kerena di dalam Dia-lah manusia menemukan puncak atau model yang sempurna, baik sebagai pelaku kasih maupun sebagai manusia sejati. Selain itu “Anak Manusia” juga memperlihatkan bahwa Yesus memahami, merasakan apa yang dirasakan oleh manusia.
Selanjutnya frasa “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” juga memperlihatkan bahwa Yesus tidak tergantung pada hari Sabat, karena di dalam hidup Yesuslah esensi dari Sabat. Jika demikian apa sebenarnya hari sabat itu dan bagaimana umat Israel memahaminya dalam PL? Dan apa yang dirayakan mereka pada hari Sabat? Bagi orang Israel hari Sabat adalah hari perhentian yang dikhususkan atau dikuduskan Allah. Karena itu, hari yang khusus atau dikuduskan maka Sabat harus dirayakan pada hari itu juga dan tidak pada hari lain. Pada masa pembuangan dan sesudah pembuangan, hari Sabat merupakan salah satu ciri atau karakter penting dari agama Yahudi. Yang dirayakan pada hari itu adalah sebuah anugerah Allah, yaitu kehidupan, kesukacitaan, kemerdekaan, kebebasan dari segala bentuk eksploitasi baik yang bersifat eksploitasi kemanusiaan; eksploitasi ekonomis dan sebagainya. Pada hari Sabat itulah umat mengalami sebagian dari kesukaan sorgawi, kehadiran kerajaan Allah dan kehidupan zaman mesianis yang sempurna. Oleh sebab itu, dalam teologi Yahudi hari Sabat merupakan 1/20 dari zaman mesianis. Pada hari itu umat Allah harus memakai pakaian pesta sebagaimana seseorang menyambut kedatangan seorang pengantin. Serta pada hari itu juga umat Allah harus makan manna-makanan yang lezat. Pada hari itu seseorang tidak boleh menindas dan membunuh apapun. Karena itu yang dirayakan bukan hari itu sendiri, melainkan isi dari hari itu. Kesukaan, kehidupan, kemerdekaan dan kedamaian sorgawi yang dirayakan pada hari Sabat itu diharapkan berkelanjutan pada hari-hari yang lain. Karena itu Yesus mengatakan “Anak Manusia adalah Tuhan atas hati Sabat”. Artinya Yesus ingin mengatakan bahwa Akulah Sabat itu dan inti Sabat itu ada pada pemberitaan, kehidupan, perbuatan, kematian dan kebangkitan Yesus. Yang paling penting bagaimana orang menghayati isi dan makna Sabat itu dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Matius 12:9-15a
Dalam bagian yang kedua ini terjadi perubahan suasana, yaitu yang tadinya di ladang gandum menjadi di Bair Allah. Suasana di ladang dengan gandum ke Bait Allah pastilah bukan terjadi pada hari itu juga. Dari mana kita tahu? Lukas 6:6 memberi informasi bahwa Yesus masuk di Bait Allah di sini adalah pada hari Sabat yang lain. Dengan demikian, berarti teks ini mengalami pemadatan, yang seharusnya terjadi dalam beberapa hari kemudian dipadatkan seperti kejadian dalam satu hari oleh penulis Matius. Pertanyaan orang Farisi kepada Yesus adalah bersifat jebakan, yaitu dengan satu tujuan untuk mempersalahkan Dia, dari frasa itu, kata yang digunakan “kategorezosin” yang juga berarti menuduh. Artinya pertanyaan yang disengaja untuk untuk menuduh Yesus. Pada masa sekarang ini juga tidak sedikit orang yang suka mencari-cari kelemahan, kekurangan orang lain untuk menjatuhkan dia. Jadi siapa yang suka mencari-cari kesalahan dan kelemahan orang lain untuk menjatuhkan dia, maka itulah model orang Farisi moderen. Yesus mengungkapkan pernyataan yang sangat radikal kepada orang Farisi dalam ayat 12, “Bukankah manusia jauh lebih berharga dari pada domba”? Artinya jika binatang saja kita kasihani, mengapa engkau tidak bisa mengasihi sesamamu manusia.

3. Matius 12:15b-21
Setelah Yesus menyembuhkan tangan orang yang mati sebelah, penulis Matius mengatakan “banyak orang yang mengikuti Yesus”. Tetapi mengapa Yesus melarang dengan keras memberitahukan siapa Dia, (Matius 12:16). Kemungkinan, supaya banyak orang tidak percaya berdasarkan apa kata orang, tetapi mengenal dan menemui Dia secara pribadi. Kemudian dilanjutkan pada ayat yang ke 17: “supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yesaya”. Perhatikan frasa “supaya genaplah” kata yang digunakan adalah “plerote” dari kata “plero, yang berarti memenuhi, mengisi atau membuat penuh”. Kata ini muncul sebanyak 16 kali dalam Injil ini. Jika kita melihat bentuk dari kata “plerote” itu sendiri adalah bentuk pasif, maka terjemahnnya adalah dipenuhi, digenapi atau dibuat penuh. Oleh siapa? Oleh Allah di dalam diri Yesus. Penulis Matius menempatkan Yesus sebagai bukti pengenapan atas janji-janji atau nubuat para Nabi dalam Perjanjian Lama. Penulis Matius menyamakan keberadaan Yesus sebagai hamba Tuhan yang digambarkan dalam Yesaya 42:1-4. Pada bagian ini sangat jelas dasar atau landasan kasih yang radikal yang dilakukan oleh Yesus adalah kasih Bapa-Nya. Ayat 18-21 ingin mengambarkan kasih Allah yang sangat besar kepada umat-Nya, maka penulis Matius mengutip perkataan Yesaya untuk memperlihatkan kasih Yesus adalah bersifat radikal, sama dengan kasih “hamba Tuhan” yang tertulis dalam Yesaya 42:1-4. Kasih-Nya yang tidak ada batasnya kepada semua orang. Dikatakan pada ayat yang ke 20, “buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya. Ini menunjukan betapa besar kasih Yesus kepada manusia, bahkan mereka yang diasingkan, dikucilkan, ditindas, dianiaya dan bahkan yang hampir mati pun diterima-Nya dengan kasih. Kenapa? Karena manusia berharga di mata-Nya, Yesus mengatakan bukankah manusia lebih berharga dari pada domba?. Dengan demikian ayat yang ke 21 menutupnya, bahwa pada-Nyalah bangsa-bangsa akan bergarap.

Kesimpulan:
Kasih memperbaiki pemahaman yang keliru seperti pemahaman orang Farisi yang diperbaiki Yesus; kasih itu tidak takut terhadap ketidak benaran, kasih itu tidak mencari-cari kesalahan, kelemahan dan kekurangan orang lain untuk menjatuhkannya, dan kasih juga mengubah titik menjadi koma. Apa yang tidak mungkin, menjadi mungkin karena kasih. Kasih inilah yang dilakukan Yesus, karena manusia berharga di mata-Nya. Pertanyaannya bagaimana dengan kita? Apakah kita salah satu dari orang Farisi itu, yang suka atau sengaja mencari-cari kesalahan, kelemahan atau kekurangan otang lain untuk menjatuhkan dia? Maka jawablah dalam hati kita Amin..................

4 komentar: