Selasa, 09 Februari 2010

NILAI HIKMAT LEBIH MAHAL DARI EMAS DAN PERAK

NILAI HIKMAT LEBIH MAHAL
DARI EMAS DAN PERAK
(Amsal 8:10-11)
Oleh: Sugiman
Pendahuluan
Pada zaman Perjanjian Lama emas pilihan dan perak sudah dikenal sebagai suatu benda yang bernilai tinggi atau mahal nilainya dan bahkan hingga saat ini. Pada masa raja Salomo dan sesudahnya, terutama pada masa pembuangan di Babilonia emas pilihan yang terbaik dan mahal harganya berasal dari Ofir yang terkenal sebagai tempat penghasil emas murni, permata dan perak yang mahal harganya. Ofir terletak di barat daya Arabia di pantai Afrika Timur laut. Emas Ofir juga sering disebut dalam kitab ( 2 Taw. 8:18; Ayub 22:24; 28:16; Maz. 45:9 dan Yes.13:12; 1 Raj. 9:28Maz. 45:10, Ay.28:16. Emas itu diimpor ke Yehuda pada masa Salomo. Ketika Yehuda terjepit saat Asyur berkuasa pada masa pemerintahan Uzia hingga pada masa raja Hizkia maupun sesudahnya, emas juga menempati posisi yang sangat penting. Banyak raja Yehuda yang membayar upeti kepada Asyur dengan emas yang ada di Bait Suci di Yerusalem. Namun penulis Amsal menyajikan atau memperlihatkan suatu pernyataan yang sangat kontras atau berbeda seperti yang dipahami oleh umat Israel. Ternyata ada yang lebih mahal nilainya emas-emas pilihan atau emas murni dan perak, yaitu hikmat. Oleh sebab itu dalam paper ini akan melihat dan menganalisis mengapa penulis Amsal mengatakan bahwa hikmat lebih mahal nilainya dibandingkan dengan emas dan perak.

Pembahasan
a. Latar Belakang Kitab Amsal
Kitab Amsal adalah suatu kitab yang termasuk dalam kumpulan “sastera hokmah” (hikmat) dalam Perjanjian Lama. Kitab ini berasal dari penulis tertantu di samping kitab hikmat yang lainnya (Ayub dan Pengkhotbah). Sangat penting untuk diketahui bahwa Amsal adalah kumpulan sastera yang mewakili hikmat tradisional. Jika kita mengatakan kitab ini mewakili hikmat tradisional, maka hikmat itu sendiri sudah dikenal secara meluas di dunia Timur Tengah Kuno. Artinya tidak hanya di Israel sastra hikmat ini dikenal tetapi juga di luar Israel, seperto di Babel, Asyur dan bahkan di dunia Mesir kuno, seperti “pengajaran-pengajaran Ani” dan “disiplin Amenemope” (ANET 421-424) yang ditulis sekitar tahun 800 sM. Sastera hikmat (kebijaksanaan) juga merupakan bahagian dari kehidupan rohani dan kebudayaan yang sangat dihargai dan tidak terpisahkan. Oleh sebab itu tidak heran jika kadang-kadang Amsal ini bercorak keduniawian dan kadang-kadang kerohanian. Bangsa-bangsa non-Israel menganggap bahwa hikmat berasal dari para dewanya masing-masing, yang berisikan kesenian, teknik dan ilmu teoritis serta etika. Konsep pemahaman hikmat di Israel dengan bangsa non-Israel jelas memiliki perbedaan yang tajam. Bagi bangsa bangsa non-Israel hikmat adalah berasal dari para dewa, tetapi bagi bangsa Israel hikmat berasal dari YHWH dan Dialah dasar hikmat yang sesungguhnya, maka kata “Takut Akan Tuhan” menjadi sangat penting bagi orang bijaksana di Israel.

b. Siapa Penulisnya dan kapan?
Mengenai siapa penulis kitab Amsal ternyata menjadi perdebatan yang tidak terpecahkan di kalangan para ahli. Hingga saat ini pendapat itu masih bercabang dua. Yang lain mengatakan bahwa penulis kitab ini adalah raja Salomo karena namanya disebutkan sebanyak tiga kali: (1:1, 10:1 dan 25:1). Yang lain lagi mengatakan bukan Salomo penulisnya, karena pengarang kitab ini menggunakan terjemahan Yunani Septuaginta dari kitab-kitab Perjanjian Lama . Artinya pemakaian nama Salomo di atas tidak berarti dia yang menulisnya, tetapi bisa jadi ditulis oleh orang lain pada masa yang lebih kemudian dengan menggunakan nama raja Salomo. Karena cara-cara seperti itu sudah lazim dan biasa diterapkan saat itu. Namun demikianpun tidak berarti kita menyangkal Salomo sebagi penulis sebagian dari kitab ini. Tapi itu pun tidak bisa dipastikan, sebab apakah itu memang berasal dari Salomo atau berasal dari masa Salomo (Blommendaal, 1996 : 154). Sedangkan pasal 1-9 adalah berasal dari masa yang lebih muda atau sesudah pembuangan di Babilonia. Karena pengaruh nabi-nabi besar sangat terasa, seperti Yeremia, Deutero-Yesaya dan lebih khusus lagi Deuteronomium. Karena pasal 1-9 ditambahkan kemudian oleh seseorang yang tidak dikenal, maka nama Salomo yang digunakan hanyalah sebagai samaran supaya pemikirannya yang dituangkan dalam bentuk tulisan dapat diterima oleh pembacanya saat itu. Kemungkinan pengarang kitab Amsal sendiri ditolak dalam komunitasnya dan tidak dipercayaai lagi karena perkataan dan kesaksian hidupnya, yaitu melalui perkataan dan perbuatannya. Oleh sebab itu ia menggunakan nama raja Salomo yang sudah dikenal luas sebagai seorang berhikmat saat, sehingga tanpa ada bantahan dari pembacanya. Ketika orang mendengar nama Salomo, maka siapa yang bisa membantah perkataannya.
Mungkin yang lebih cocok diarahkan kepada Salomo sebagai pengarangnya adalah pasal 10-29 yang berasal dari masa raja-raja, karena memuat tentang penghormatan dan pujian kepada raja-raja (16:10, 12 dst.; 20:8, 26, 28; 21:1; 22:11; 25:2 dst). Lebih jauh lagi bahwa pasal 25 ini dilatarbelakangi kehidupan pertanian (25:13 dst, 23; 27:23dst, 28:3). Weiden mengatakan bahwa kitab Amsal ini terdiri (9) koleksi. Artinya jelas bahwa kitab Amsal tidak disusun sekaligus oleh seseorang atau sekelompok orang, melainkan sedikit demi sedikit dikumpulkan hingga menjadi satu kitab seperti yang kita kenal saat ini. Yang menjadi masalah dalam perdebatan para ahli adalah berkisar “kapan kitab ini ditulis”. Blommendaal (1996:154) mengatakan memang pada umumnya para ahli mengatakan kitb ini berasal dari masa pembuangan di Babilonia. Namun hal ini tidak dapat dibuktikan karena tidak ada bukti-bukti atau petunjuk yang jelas kapan masa penulisannya. Weiden, (1990 :15-17) mengandaikan, kemungkinan penulisnya adalah seorang Yahudi helenis, yang saleh dan setia pada Taurat Yahudi yang hidup di Mesir khususnya di kota Alxanderia. Maka penyusunan kitab ini diperkirakan sesudah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, yaitu sesudah tahun 200 sM. Karena pengarang sendiri menggunakan terjemahan Yunani Septuaginta, sehingga isi kitab ini sangat kuat dipengaruhi bahasa Yunani. Inilah yang menjadi alasan bahwa Salomo bukanlah penulisnya, tetapi pemakaian nama Salomo hanyalah sebagai samaran supaya pengajarannya dapat diterima oleh pembacanya saat itu. Selain itu juga ditemukan nama Agur (30:1) dan Lemuel (31: 1, 4), yang kemungkinan bukan dari orang Israel, tetapi dari bangsa sekitar Israel (bnd. Isak Roedi, Catatan kuliah, Cipanas, 2009). Karena pada umumnya sastera hikmat itu sendiri tidak mempunyai hubungan dengan sejarah Israel. Sehingga wajar jika perbuatan-perbuatan besar Allah dalam sejarah Israel tidak dibicarakan dalam kitab ini. Namun ada satu pernyataan bijak yang diungkapkan oleh Blommendaal (1996: 153), yaitu meskipun perbuatan-perbuatan Allah tidak dibicarakan di sini, tetapi yang lebih penting dalam kitab ini adalah bagaimana orang bisa hidup sebagai orang yang baik dan saleh menurut kehendak Allah.

c. Apa itu hikmat?
Menurut Isak Roedi, hikmat adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup atau petunjuk praktis untuk hidup sehari-hari. Barnabas Ludji mengatakan “hikmat adalah suatu kualitas intelektual atau pemikiran manusia yang mampu membedakan hikmat manusia dengan segala kebijakannya serta membawa manusia kepada keberhasilan hidup”. Browning mengatakan yang hikmat adalah petunjuk hidup praktis yang menuntun seseorang bisa mengatur hidupnya dengan baik sehingga hidupnya memiliki tujuan yang jelas. Jika kita melihat pengertian dari “hokma” adalah “kemampuan intelektual”. Namun Hikmat tidak identik dengan pengetahuan-intelektual, tetapi mempunyai kaitan dengan kecerdasan intelektual (Ams. 1:4). Karena fokus hikmat tidak terletak di sana (lht. Catatan kuliah studi Amsal, 2009). Lebih jauh Paulus mengatakan bahwa hikmat adalah kebenaran hidup dan itu bukan sesuatu yang abstrak dan juga bukan hanya sekedar tahu tetapi lebih dari itu, yaitu saat melakukan sesuatu (14:4; 31). Menurut Tremper Longman III ( 2007 : 6-7), hikmat adalah kunci untuk bisa berhasi di dalam hidup. Karena banyak konsep hikmat dalam kitab Amsal mirip kecerdasan emosional yang disebut dengan EQ bukan IQ yang berkonotasi langsung dengan kesuksesan di dalam hidup. Hikmat adalah anugerah Allah yang diberikan-Nya kepada manusia untuk mempu menjalani hidup ini sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya. Jika hikmat di katakan sebagai anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, maka tidak ada hikmat yang dihasilkan oleh manusia.
Christoph Barth mengatakan bahwa hikmat erat kaitannya dengan karya penyelamatan yang dilakukan Allah atas umat Israel. Para raja yang diangkat-Nya diberikan hikmat supaya mempu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, dan mendatangkan syalom (damai sejahtera) atas rakyatnya serta seluruh umat Israel yang terpanggil harus hidup dengan hikmat dan kebijaksanaan. Selain itu, Yesaya 33:6 mengatakan bahwa hikmat (hokhmah) dan pengetahuan (da’at) takut akan YHWH, itulah adalah kekayaan yang menyelamatkan, dan itulah kekayaan Sion. bagi mereka supaya mengajarkan untuk memerintah mereka mengajar mampu memerintah dengan hikmat yang telah diterima, untuk membebaskan atau menyelamatkan umat-Nya dari penindasan, ketidakadilan. Allah ingin mereka mendatangkan damai sejahtera bagi umat-Nya. Oleh sebab itu tidak heran, bahwa banyak para raja atau para pemimpin Israel yang dikecam oleh para nabi Tuhan karena tidak mendatangkan damai sejahtera bagi umat-Nya dan itu jelaslah bukanlah hikmat, sebab hikmat dari Allah tidak pernah bekerja sama dengan ketidakadilan, penindasan, pemerasan, kekerasan dan bentuk kejahatan lainnya.
Dari semua penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa hikmat adalah suatu kualitas kecerdasan intelektual yang diberikan Allah kepada manusia, yang lebih tinggi nilainya dari kemampuan intelektual itu sendiri, yang mengatur jalan hidup manusia sehari-hari secara praktis dan terampil, serta yang mambawa manusia kepada keberhasilan hidup untuk kemuliaan-Nya. Hikmat selalu bersahabat dengan kebenaran, berpihak kepada realitas dan mendatangkan benih-benih kehidupan bukan kematian.

d. Ciri-ciri Umum dari Hikmat Israel
Sebelum melihat perbedaan yang sangat tajam antara pengajaran hikmat di Israel dengan pengajaran hikmat dari bangsa-bangsa non-Israel. Maka ada baiknya terlebih dahulu kita melihat apa yang menjadi ciri-ciri dari hikmat Israel:
1. Pengajaran hikmat itu sendiri didasarkan pada “takut akan Tuhan”. Ini tidak hanya sekedar ungkapan, tetapi merupakan inspirasi yang berasal dari Allah yang kemudian terungkap melalui kata-kata orang berhikmat yang hidup takut akan Tuhan. Kata-kata yang keluar memberikan kehidupan bukan kematian, selanjutnya pendengarnya merasa disembuhkan dan bukan dilukai.
2. Pengajaran hikmat itu selalu ditujukan kepada personal (perorangan). Sebutan istilah “anakku” dalam kitab Amsal muncul 23 kali, “anakmu” 3 kali dan “anaknya” juga 3 kali. Sapaan ini begitu pribadi dengan maksud memberikan didikan, disiplin, pengajaran dan binaan supaya menjadi seorang yang “bijak” sejati. Menjadi orang bijak sejati, memang bukanlah perkara yang gampang, tetapi itu adalah sebuah proses supaya seseorang bisa bertanggung jawab secara pribadi atas hidupnya dan mampu memilih jalan hidupnya sendiri.
3. Pengajaran hikmat itu mengingatkan orang untuk membedakan antara dua macam sikap dan perilaku orang yang bertentangan: yang baik dan benar, bijaksana di satu pihak, yang buruk dan salah dan bebal di pihak yang lain. Guru hikmat memberikan petunjuk-petunjuk hidup praktis yang saling terpisah satu sama lain (tidak dirangkai dengan urutan atau sistem yang nyata, melainkan mengajak si murid untuk menimbang, kemudian menarik kesimpulan sendiri. Tetapi dalam pengajaran hikmat itu sendiri juga mengandung tujuan yang khusus.
4. Pengajaran hikmat selalu dikemukakan dengan penuh keyakinan dan wibawa. Dalam proses penyampaian guru hikmat tidak menyampaikan pengeharan atas nama dan wewenang sendiri, karena mereka lebih menghormati seorang raja (Ams. 24:21), namun tidak berarti juga ia mengajarkan apa yang diperintahkan raja. Sebab seorang raja juga harus dipimpin oleh hikmat untuk bisa memimpin dengan baik (8:15; 20:28).
5. Pengajaran hikmat dipersonifikasikan. Ini merupakan suatu usaha untuk menjelaskan pemikiran-pemikiran oran Ibrani yang abstrak dengan pemikiran yang lebih kongkrit. Misalnya: “Ia bersama dengan Allah walaupun ia adalah ciptaan yang diciptakan Allah sebelum segala sesuatu ada. Hal serupa juga terdapat dalam Amsal 8:1-21 dan ayat 32-36; dan Amsal 1:1-20; Amsal 3:13-20. Terkadang hikmat juga dipersonifikasikan sebagai seorang yang berseru-seru dan memperdengarkan suaranya di tempat-tempat yang tinggi, di tepi jalan, dipersimpangan jalan-jalan, di sanalah ia berdiri” (Amsal 8:1, 2).

e. Tradisi Hikmat Israel: Refleksi Yang Melekat Pada Iman Kepada YHWH.
Pada satu pihak, tradisi-tradisi hikmat Israel merupakan refleksi terhadap pengalaman hidup manusia dan di pihak lain merupakan pernyataan illahi yang menuntunnya kepada kebenaran-Nya. Disebut sebagai penyataan illahi karena Israel mendasarkan tradisi hikmatnya pada karya penyelamatan Allah. Oleh sebab itu, dikatakan “permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan dan mengenal yang Mahakudus adalah pengertian” (Amsal 9:10). Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa “Takut Akan Tuhan” adalah menjadi salah satu ciri umum dari pengajaran hikmat di Israel. Kalimat “takut akan Tuhan” itu sendiri menempati posisi yang sangat pentig bagi Israel dan dalam kitab Amsal ada 15 kali kata “takut akan Tuhan” disebutkan (1:7, 29; 2:5; 8:13; 9:10; 10:27; 14:2, 26, 27; 15:16, 33; 16:6; 22:4; 28:14; 31:30). Selanjutnya takut akan Allah hanya satu kali (19:23). Semua itu memperlihatkan, bahwa hikmat yang dipahami umat Israel berbeda dengan hikmat yang dipahami oleh bangsa-bangsa non-Israel. Artinya yang lebih penting adalah tradisi-tradisi itu dikaitkan dengan iman kepada YHWH, sehingga pengkaitan inilah yang menyebabkan tradisi-tradisi hikmat itu mengalami pengaruh dan penekanan yang jauh lebih mendalam. Pemahaman seperti ini ditegaskan Robinson: “karena tradisi hikmat Israel mempunyai arti dan makna yang berbeda dengan tradisi-tradisi hikmat non-Israel. Maka tradisi hikmat tidak lagi dilihat hanya sebagai refleksi atas pengalaman manusiawi belaka, melainkan lebih jauh dari itu, yaitu sebagai penyataan Allah. Di sinilah letak teologis dari hikmat yang dipahami umat Israel. Setiap saat tradisi hikmat itu mengalami perubahan. Perubahan di sini dalam arti kontekstualisasi. Mengapa demikian? Karena pandangan tradisi hikmat sebelum pembuangan berbeda dengan pandangan tradisi hikmat sesudah pembuangan. Perubahan itu tentu terletak pada persoalan tentang arti hidup yang digumuli dalam periode-periode tertantu. Namun semuanya itu tidak pernah terlepas dari penyataan karya penyelamatan yang dilakukan Allah dalam periode-periode tertentu.
Dari apa yang telah dipaparkan secara panjang lebar di atas memperlihatkan beberapa hal yang harus digaris bawahi, yaitu pertama-tama, hikmat di Israel berakar pada takut akan Tuhan. Selanjutnya hikmat yang benar adalah mengakui dan mengenal YHWH Yang Maha Kudus (Amsal 9:10). G. Von Rad bertolak dari Amsal 2:5-8, ia mengatakan bahwa takut akan Allah dan pengenalan akan Allah, merupakan karunia Allah yang mula-mula. Karunia itu berada di luar dunia dan kehidupan manusia. Oleh sebab itu setiap orang yang mendengar berita ini sekaligus juga merupakan penawaran keselamatan yang bersifat pribadi. Maka penawaran itu merupakan saat yang paling berharga dan bahkan menuntut seseorang untuk tidak melewatkannya. Dengan demikian seseorang dituntut harus segera mengambil sebuah keputusan atas tawaran yang berharga itu.




f. Analisis Teks dan Terjemahan Amsal 8:10-11
WTT : Amsal 8:10 “ qehû|-mûsärî we´al-käºsep wedaº`at mëhärûs nibhär ”

• LAI : “Terimalah didikanku, lebih dari pada perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan”.
• Terj. Usulan : Terimalah disiplinku dan bukan perak, dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan.

Kata we´al-käºsep > : “dan bukan perak”, LAI : “lebih dari pada perak”, karena itu menurut saya terjemahan LAI kurang tepat serta melewatkan kata penghubung “we” yang artinya “dan”, yang fungsinya sebagai penghubung antara kata “pengajaran” dan “perak”. RSV dan NIV menterjemahkan we´al-käºsep: “instead of silver”, KJV: “and not silver”. Selanjutnya adalah kata “musari” : “disiplinku, LAI : didikanku”, menurut saya ini juga kurang begitu tepat karena dalam bentuk aslinya ada akhiran ganti. Sedangkan terjemahan LAI akhiran gantinya dihilangkan, sehingga yang diterjemahkan dari kata dasarnya, yaitu “musar” yang tanpa akhiran ganti. Namun meskipun demikian terjemahan itu tetap dipertahankan karena “didikan” itu adalah disiplin khusus, yaitu arti lain dari “musar” ialah “disiplin” si pengajar, sedangkan “pengetahuan” yang ada pada si pengajar bukan miliknya sendiri secara khusus. Artinya “pengetahuan” yang dimiliki itu pun seperti pemberian.

WTT : Amsal 8:11 “ kî-tôbâh hokmâh mippenînîm wekol-hápäsîm lö´ yišwû-bäh “
• LAI : “Karena hikmat lebih berharga dari pada permata, apa pun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya.”
• Terj. Usulan : Karena hikmat lebih baik (lebih berharga) dari permata, dan segala kesenangan yang diinginkan orang tidak dapat menyamainya.
Terjemahan LAI tetap mengabaian preposisi “we”: “dan”. Padahal jika penghubung itu dihilangkan maka kalimat itu putus secara mendadak. Meskipun tidak terlalu berpengaruh pada terjemahan itu sendiri. Sedangkan selebihnya tetap dipertahankan.

g. Tafsiran Amsal 8:10-11

Ayat 10.
Perikop ini dimulai dengan kata “terimalah”, yang merupakan sebuah perintah dari guru hikmat yang mendorong para murid untuk menerima disiplinnya. Kemudian perintah itu lebih dipertajam lagi dengan kata “dan bukan”. Tujuannya: untuk memperlihatkan betapa tingginya nilai hikmat yang diajarkannya, yaitu lebih tinggi dari nilai “perak” (ay.10a). Kemudian tawaran itu semakin meningkat yang nilainya lebih tinggi dari “perak”, yaitu “emas pilihan” (emas murni) (ay.10b). Namun ternyata baik “perak” maupun “emas pilihan” tidak bisa mengatasi nilai hikmat yang ditawarkan. Pertanyaannya adalah kenapa demikian? Karena dasar dari pengajaran hikmatnya adalah “Takut Akan Tuhan”. Baik perak maupun emas merupakan logam mulia yang paling tinggi nilainya. Emas sangat digemari, pada masa Salomo membangun Bait Allah, emas dipakai pada alat-alat yang paling utama di kemah Suci (Kel. 25). Namun sayang semua itu tidak ada nilainya bila dibandingkan dengan hikmat yang Allah berikan. Yeremia 6:29-30 menggambarkan Israel sebagai perak yang ditolak karena tidak setia dan taat kepada Allah. Perintah itu merupakan suatu larangan supaya si murid tidak salah pilih, tetapi benar-benar melihat bahwa tawaran itu sebagai anugerah Allah yang mulia, yang nilainya lebih tinggi dari perak dan emas pilihan. Itu adalah sebuah kesempatan, jika diabaikan maka anugerah yang berharga itu akan lewat dan tidak akan pernah kembali lagi.

Ayat 11.
Pada ayat 10 kita telah melihat bahwa bentuk “perintah” yang diiringi dengan bentuk “larangan”, yang merupakan kalimat motif untuk menjelaskan alasan bagi dorongan yang diberikan kepada si murid. Artinya ayat 11 ini merupakan alasan untuk memberi jawab atas apa yang dituliskan penulis kitab Amsal pada ayat 10. Namun sangat penting untuk digaris bawahi, yaitu guru hikmat sama sekali tidak bermaksud untuk merendahkan nilai perak, emas pilihan dan permata, tetapi untuk memperlihatkan bahwa nilai hikmat jauh lebih tinggi nilainya dibandingkan nilai perak, emas pilihan dan permata, walaupun barang-barang itu amat berharga. Karena tingginya nilai hikmat tersebut, maka penulis Amsal mengkongkritkan hikmat yang masih abstrak dengan sebuah kalimat pendek pada ayat 11b, yaitu “dan segala kesenangan yang diinginkan orang tidak dapat menyamainya”. Karena dasar hikmat yang sejati adalah “Takut Akan Tuhan”, maka tidak ada kesenangan dan kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan orang yang hidup dengan “Takut Akan Tuhan”, sebab segala sesuatu bersumber pada-Nya.

Kesimpulan
Hikmat adalah suatu kualitas kecerdasan intelektual yang diberikan Allah kepada manusia sebagai petunjuk praktis untuk menjalani hidup sehari-hari, serta membawa manusia kepada keberhasilan hidup atau sebagai kunci keberhasilan yang sesuai dengan kehendak Allah. Oleh sebab itu, kata “Takut Akan Tuhan” menempati posisi yang sangat sentral (utama). Takut akan Tuhan dan pengenalan akan Allah, merupakan penyataan illahi dan karunia Allah yang mula-mula, yang berada di luar dunia dan kehidupan manusia. Setiap orang yang mendengar berita ini yang sekaligus merupakan penawaran keselamatan yang paling berharga dan bersifat pribadi, dan bahkan menuntut seseorang untuk tidak melewatkannya. Tetapi menuntut seseorang untuk segera mengambil sebuah keputusan atas tawaran yang berharga itu, untuk menuntun manusia kepada kebenaran-Nya. Hikmat selalu bersahabat dengan kebenaran, berpihak kepada realitas dan mendatangkan benih-benih kehidupan dan bukan kematian. Dengan demikian hikmat-Nya merupakan sumber kehidupan yang menuntun orang untuk hidup saleh menurut kehendak Allah.














KEPUSTAKAAN

Barth Christoph, Theologia Perjanjian Lama-Vol. 3 (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 1988.
Blommendaal J., Pengantar Kepada Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 1996.
Browning W.R.F, Kamus Alkitab - A Dictionary Of The Bible. Trje. Lim Khiem Yang (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2007.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid-II, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/ OMF 2004
Keil C. F. dan Franz. Delitzsch, Biblical Commentary On The Proverbs Of Salomon Vol. 1, (USA: Wm. B. Eedmans Publishing Company Grand Rapids), 1872.
Farmer Kathleen A., International Theological Commentary-Proverbs & Ecclestes-Who Knows What is Good?, (USA: Wm. B. Eermans Publishing Company, Grang Rapids, Michigan, 1991.
Fox Michael V., The Anchor Bible Proverbs 1-9 – A New Translation With Introducation And Commentary (USA : Doubleday), 2000.
Groenen C., Pengantar Ke Dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius), 2005.
Kindner Derek, Proverbs – An Introducation And Commentary, (General Editor: Prof. D. J. Wiseman), (London: The Tyndale Press) 1964.
Longman Tremper III, Hikmat & Hidup Sukses-Panduan Untuk Memperoleh Manfaat Dari Kitab Amsal (Jakarta: Persekutuan Pembaca Alkitab) 2007.
Ludji Barnabas, diktat kuliah HPL 3 (Cipanas), 2008.
Rad G. Von, Old Testament Theology - The Theology Of Israel’s Historical Traditions Vol. 1, (Edinburgh and London: Oliver and Body LTD), 1962.
Robinson H. Wheeler, Inspiration and Revelation In The Old Testament, (Oxford at The Clarendon), 1960.
Roedi Isak, Diktat Kuliah Studi Amsal (Cipanas), 2009.
Scott R.B.Y., The Anchor Bible Proverbs-Ecclesiastes- A New Translation With Introduction And Commentary (USA: Doubleday & Company, Inc.), 1973.
Sinulingga Risnawaty, Tafsiran Alkitab – Kitab Amsal 1-9 (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2007.
Suharyo I., Mengenal Alam Hidup Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius-LBI), 2003.
Wahono S. Wismoady, Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 2004.
Weiden Wim van der, Seni Hidup-Sastera Kebijaksanaan Perjanjian Lama (Yogyakarta: LBI-Kanisius), 1995.
Weiden Wim van der, Kebijaksanaan Salomo (Yogyakarta: Kanisius-LBI), 1990.
Wuysang Hans, Diktat Kuliah HPL 1, (Cipanas), 2007.

2 komentar: